Pemilu tinggal beberapa hari lagi digelar. Saatnya bagi publik untuk memilih wakil rakyat berintegritas. Wakil rakyat yang benar-benar bisa mewakili aspirasi publik.
Laporan: Mochammad Asad
GENDERANG ‘perang’ pemilu mulai ditabuh. Para calon legislatif kian intens bergerilya demi mendulang suara. Apa boleh buat, 584 calon yang telah ditetapkan KPU Kabupaten Pasuruan sebagai calon legislatif (caleg), mereka harus bersaing mengisi 50 kuota kursi di DPRD.
Lain di kabupaten, di Kota Pasuruan, dengan jumlah penduduk yang lebih sedikit, jumlah kursi yang diperebutkan ‘hanya’ 30 kursi. Yang sama dari kedua daerah ini, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sama-sama mendominasi perolehan kursi pada pileg 2014 lalu. Masing-masing 12 dan 10 kursi.
Koordinator Malang Corruption Watch (MCW) Fahruddin memberikan sedikit uraian terkait kontestasi pada pemilu kali ini. Dirinya berharap, pelaksanaan pileg kali ini bisa melahirkan wakil-wakil rakyat yang kredibel dan berintegritas.
“Kita punya pengalaman cukup buruk terkait laku para wakil rakyat selama ini. Sebagai contoh kasus yang terjadi di Malang. Dari 50 anggota dewan, 45 di antaranya tersangkut kasus korupsi,” kata Fahrudin.
“Kita tentu tidak berharap hal seperti ini kembali terjadi di tahun-tahun mendatang,” lanjutnya.
Penuturan Fahruddin ada benarnya. Dilansir dari katadata.co.id, berdasar latar belakang profesi, para anggota dewan menempati urutan paling banyak sebagai pihak yang tersangkut korupsi. Dari total 911 orang yang tersangkut, sebanyak 229 orang merupakan anggota dewan. Baik pusat maupun daerah. Angka itu lebih tinggi ketimbang pejabat swasta yang mencapai 214 orang.
Yang patut dicatat, menurut Fahruddin, angka itu hanya merujuk pada data kasus korupsi yang ditangani KPK dalam kurun 2004-2018. “Artinya, ini belum termasuk kasus-kasus korupsi yang ditangani kejaksaan dan kepolisian. Kalau ditotal, jumlahnya bisa lebih dari itu,” lanjut Fahrudin.
Mengenali para caleg dengan melacak jejak latar belakangnya bisa menjadi cara yang efektif guna mencari wakil rakyat berintegritas. Sebab, menurut Fahruddin sebagai satu-satunya kendaraan menuju gedung dewan, partai politik dinilainya belum mampu menjalankan tugasnya dengan baik.
Usaha mengenali caleg itu bisa dilakukan dengan menelusuri latar belakang pendidikan yang bersangkutan, pernah tersangkut kasus korupsi atau tidak dan sebagainya. Ini perlu dilakukan agar caleg terpilih nanti adalah mereka yang benar-benar mampu mengemban kepentingan publik.
Keberadaan internet dan media sosial diyakini bisa membantu pemilih mengenali calonnya sebelum hari pencoblosan nanti. Melalui internet, pemilih bisa melacak jejak digital dari para calon yang mungkin berserakan di internet.
“Cari informasi calon yang akan dipilih. Bagaimana latar belakang pendidikannya, pekerjaannya dan lain sebagainya. Karena itu akan berpengaruh terhadap kinerja calon ke depan. Jangan pernah mau suara kita dibeli,” jelas Fahrudin.
Perwakilan Forum Transparansi Anggaran (Fitra) Jawa Timur, M. Dahlan menambahkan, ada beberapa cara yang juga bisa dilakukan guna menjaring wakil rakyat yang memiliki integritas. Salah satunya, tidak mencoblos caleg yang memberi barang atau uang. Secara psikologis, caleg yang memberi sesuatu, bisa diartikan sebagai bentuk ketidakpercayaan diri.
“Kalau sudah begitu, buat apa juga dipilih. Sekali kita menerima lalu si caleg terpilih, jangan berharap caleg yang terpilih itu nanti akan bekerja untuk kepentingan publik. Hal pertama dan paling utama ia pikirkan, adalah mengembalikan ongkos politik yang telah ia keluarkan saat pencalonan sebelumnya,” kata Dahlan.