Sidoarjo (wartabromo.com) – Transkrip sadapan percakapan telepon diungkap dalam sidang lanjutan terdakwa M. Baqir, di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (21/1/2019). Bukti itu memperkuat dugaan pengaturan pemenang dalam proyek PLUT-KUMKM Kota Pasuruan.
Setidaknya ada 9 transkrip percakapan Baqir, ditunjukkan oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK, menunjukkan posisi Baqir cukup vital, sehingga CV Mahadir, tempatnya bekerja, mendapat proyek PLUT.
Pada transkrip tercatat ada sejumlah nomor telepon, silih berganti dalam waktu berbeda-beda, berbincang dengan Baqir. Nomor telepon itu diakui Baqir milik Supaat (penghubung), Dwi Fitri C, Plh Kadis PUPR; dan Wahyu, staf Kelurahan Purutrejo, Kota Pasuruan. Transkrip itu, disebut jaksa sebagai bukti, ada pengaturan pemenang tender proyek di Kota Pasuruan, terutama PLUT-KUMKM.
Tidak dalam bagian transkrip yang ditunjukkan jaksa, telepon kali pertama diterima Baqir dari Supaat pada pagi, 22 Agustus 2018. Ia mengaku mendapat tawaran pekerjaan, proyek PLUT. Setelah sekian lama, Supaat dan Baqir menutup perbincangan dengan sebuah kesepakatan dan kesediaan.
Untuk mendapatkan kejelasan, sekitar pukul 08.44 WIB, Baqir berinisiatif menelepon Dwi Fitri. Dengan 05 menit 24 detik, dialog terbilang cukup panjang, membahas tentang apa PLUT hingga pesan untuk memberikan komitmen fee.
Di hari yang sama, pukul 09.14 WIB, Baqir kembali mengontak Dwi. Dengan 01 menit 50 detik, obrolan berlanjut dengan mengingatkan pemberian fee sebesar 5% untuk Setiyono (yang diucap sebagai “juragane”); 4% untuk Dwi; dan 1% diminta diberikan kepada Pokja BLP.
Selang satu jam, tepatnya 22.07 WIB, masih pada 22 Agustus 2018, Baqir mengontak wahyu, selama 53 detik, yang intinya meminta bantuan teknis agar dapat mempersiapkan dokumen penawaran.
Keesokan harinya, pria 31 tahun ini, kembali menghubungi Wahyu, sekitar pukul 10.02 WIB. Selama 56 detik, ia menginformasikan, jika telah diminta oleh seorang bernama Fuad, agar mentransfer uang sebesar Rp 20 juta, diperuntukkan beberapa orang dalam Pokja BLP, yang terkonfirmasi menangani proyek PLUT.
Di sela pengungkapan sadapan, Baqir menjelaskan, selang satu minggu, sejak ada kepastian menjadi pemenang proyek PLUT, CV Mahadir, meng-upload berkas-berkas penawaran.
“Saya menawar 2% di bawah HPS,” terangnya di hadapan jaksa dan hakim Tipikor.
Lagi-lagi Baqir aktif menelepon. Kali ini pada 3 September 2018, mengajak ngobrol dengan Supaat pukul 13.30 WIB, diantaranya berkenaan dengan fee proyek, setelah tepat satu menit, terputus.
Ngobrol, kembali dimulai Baqir ke Supaat, 5 September 2018 sekitar pukul 11.00 WIB. Kesempatan ini digunakan Baqir untuk bercakap-cakap, cara memberikan fee sebesar Rp 115 juta, yang disepakati. Selama 2 menit 36 detik, akhirnya disepakati uang baru bisa dikirim Jumat, 7 September 2018, ke rekening BCA Supaat.
Sampai di sini, ada hal cukup menggelitik disampaikan Ketua Majelis Hakim I Wayan Sosiawan, dengan menanyakan alasan mentransfer fee pada hari Jumat.
“Cari utangan,” jawab Baqir polos.
Kalimat Baqir, tentu saja membuat majelis hakim hingga jaksa tersenyum, sampai-sampai sontak mendapat tanggapan. “Pengusaha ngutang juga ya” celetuk I Wayan Sosiawan.
Nah, jaksa kembali membeber bukti rekaman telepon Baqir ke Wahyu, yang dilakukan 12 September 2018, pukul 15.52 WIB. Tak kurang 3 menit 22 detik, Wahyu ngobrol, lantas mengkonfirmasi, uang Rp 115 juta telah ditransfernya ke rekening Supaat. Hanya saja, Wahyu saat itu kemudian mengatakan, bila uang yang ditujukan untuk Setiyono itu, belum dapat diterima. Supaat disebut Wahyu, tengah sakit dan dirawat di RSAL.