“Persoalannya, air tidak pernah keluar tapi kami tetap disuruh bayar”.
Laporan M. Asad
PERTENGAHAN Desember 2018. Tanpa banyak bicara, Sofiatin langsung merobek surat peringatan perihal tagihan air yang belum ia bayar di hadapan petugas PDAM.
Apa boleh buat. Sadar dengan situasi yang tidak bersahabat, si petugas PDAM yang mengantar surat itu pun berlalu pergi, meninggalkan Sofiatin yang terus menyumpahnya.
Bukan tanpa alasan jika Sofiatin meluapkan emosi dengan merobek surat peringatan itu. Kesabarannya sudah habis. Sudah tiga bulan ini air PDAM di rumahnya tak mengalir.
“Yang buat saya kesal, gregeten itu gini. Meski airnya tidak mengalir, setiap bulan saya tetap dapat tagihan. Lha kok bisa,” kata Sofiatin saat ditemui di rumahnya di RT 1 RW 4 Kelurahan Panggungrejo, Kota Pasuruan.
Belakangan, ia dan suaminya Saikhu bersepakat untuk tidak membayar tagihan PDAM.
“Dulu masih kami bayar. Sekarang, tidak lagi. Wong airnya tidak mengalir kok masa saya harus bayar,” imbuh Sofiatin.
Saikhu, suami Sofiatin tak mengerti harus bagaimana meluapkan kekesalannya pada PDAM. Sudah tak terhitung lagi berapa kali ia lapor ke PDAM. Baik lewat telepon maupun datang langsung ke kantor PDAM. Tapi, hasilnya nihil.
Saikhu menceritakan, sebelumnya, ia masih rajin membayar meski air tak pernah lancar. Tapi, yang terjadi belakangan dinilainya sudah keterlaluan. Sebabnya, air mati berbulan-bulan, ia masih tetap diminta membayar.
Kondisi itu bukan hanya dialami Saikhu. Tapi, juga pelanggan PDAM yang lain. Yayan, misalnya. Kepada WartaBromo, ia bahkan sempat menunjukkan chat pengaduannya kepada pihak PDAM per 14 November 2018 lalu.
Saat itu, oleh pihak PDAM dijawab bila sedang ada perbaikan.
“Tapi ini sudan bulan ke berapa. Sampai sekarang, air tak kunjung mengalir,” jelas Yayan yang warga RT 2 RW 3, kelurahan setempat saat ditemui Minggu, 5 Januari 2019.
Untuk membuktikannya, WartaBromo sempat mencoba langsung menyalakan kran air di rumah salah satu warga. Tapi, tidak ada hasil. Air tak kunjung mengalir meski malam hari.
Yayan mengatakan, imbas dari macetnya air PDAM ini, warga pun terpaksa membeli air jerigen untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Itu pun dengan harga yang lebih mahal, plus lokasi yang lebih jauh.
Mahal karena untuk setiap gledek air dengan kapasitas 180 liter air, warga harus mengeluarkan Rp 20 ribu. Padahal, dalam sehari, warga butuh 2-5 gledek air. Atau Rp 40-100 ribu setiap harinya.
Di sisi lain, sulitnya akses air bersih warga Panggungrejo, Kota Pasuruan ini juga meninggalkan banyak cerita miris. Sadullah, 10, misalnya. Siswa kelas 4 SD ini bahkan sempat dilarikan ke rumah sakit.
Ceritanya, sore jelang pergantian tahun, Sadullah menarik gledekan air dari ujung gang. Kebetulan, Sadiyah, ibunya yang biasanya mengambil air kurang enak badan. Jadilah ‘tugas’ harian itu ia gantikan.
Sayangnya, ukuran gledekan yang ditarik tak sebanding dengan tubuh Sadullah yang masih anak-anak. Karena tak kuat, gledekan air pun berjalan mundur. Tak cukup disitu. Bilah kayu di kedua sisi gledekan mengenai tulang rusuk sang bocah hingga memaksanya dilarikan ke rumah sakit.
Kelurahan Panggungrejo bukanlah satu-satunya lokasi yang sulit mendapat akses air bersih. Kondisi yang sama juga dialami warga di Lingkungan Dugambir, Kelurahan Bugul Lor.
Tetapi, bukan masyarakat ‘pinggiran’ jika tak punya cerita jenaka untuk menepikan keluh kesah yang dialaminya. Bahkan, cerita Mukhdor, warga lainnya yang belum mandi besar akhirnya menjadi bahan candaan warga yang lain. (*)