Sempat jadi sasaran huru hara, dibakar massa, pada tahun 2001, gereja peninggalan Pemerintah Hindia Belanda itu masih kokoh berdiri.
Laporan: Ardiana Putri
BERLOKASI di Jalan Cemara, Kelurahan Kandangsapi, Kota Pasuruan, berdekatan dengan terminal lama, Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) PNIEL berdiri.
Bangunan gereja masih kokoh, merupakan peninggalan Pemerintah Hindia Belanda, diresmikan pada 15 November 1829 dengan nama De Protestanse Kerk te Pasoeroan.
Tampak dari Halaman depan, rimbun dengan taman dan aneka pepohonan, bangunan utama gereja yang dibangun di atas lahan seluas 1.916 m² ini didominasi warna putih dan coklat muda.
Kota Pasuruan, pada saat itu ceritanya banyak ditinggali oleh orang-orang Eropa. Pada 1830, digulirkan Undang-Undang Gula dan Agraria, sehingga izin semakin luas untuk perusahaan swasta Eropa menamamkan investasinya di Hindia Belanda. Gereja inilah yang mengakomodasi penganut agama Kristen Protestan.
Menurut salah satu pengurus gereja, Bowo (60), kisah kelam pernah mewarnai perjalanan bangunan bersejarah ini. Pada 2001, gereja ini terbakar habis. Bagian yang tersisa dari bangunan ini hanyalah bagian dinding.
“Pada tahun 2001, kala itu terjadi huru-hara hingga gereja peninggalan Pemerintah Hindia Belanda ini dibakar massa,” ungkapnya sambil terbata-bata.
Sekedar diketahui, tahun itu posisi Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid) sebagai Presiden RI digoyang, hingga suhu politik nasional memanas, yang diperkirakan sampai ke Pasuruan dan bias, berujung rusuh.
Kembali ke cerita Gereja. Dulu, di atas gevel terdapat menara lonceng, namun sekarang sudah diubah, yang awalnya menara lonceng sekarang masih menyerupai menara tapi fisiknya ditarik hingga sampai belakang. Jadi, tampak seperti atap limasan bertumpang yang banyak ditemui pada atap emplasemen stasiun kereta api, yang ada di kota atau kabupaten. Kemudian, tugu berbentuk silinder yang pernah menghiasi halaman depan gereja, sekarang sudah tidak ada lagi.
Berjarak tak lebih dari satu kilometer dari GPIB PNIEL, terdapat satu lagi gereja bersejarah di Kota Pasuruan. Tepatnya berada di deretan Balai Kota Pasuruan. Gereja Katolik St. Antonijs Pandova namanya. Dari prasasti berwarna hitam yang dipasang di dinding depan, diketahui bahwa peresmian gedung gereja dilakukan pada 28 Juli 1985 dengan pemberkatan dari Mgr. Walterus Jacobus Staal, Uskup Kehormatan dari Batavia.
Gedung gereja ini dibangun atas sumbangan seorang donatur Belanda bernama Alexander Manuel Anthonijs.
Arsitekturnya yang unik, dengan pintu sangat besar dan tinggi serta jendela dengan jumlah yang banyak, memungkinkan cahaya matahari masuk, dengan leluasa menyinari bagian dalam gereja yang dibangun di atas lahan seluas 2.726 meter ini.
Sang pengurus gereja, Yudi saat ditemui juga menjelaskan, gereja ini tak luput dari sasaran kerusuhan pada 2001. Gereja ini mengalami kerusakan yang cukup parah, seperti pada jendela dan dinding.
“Pada saat kerusuhan, gereja inipun tak luput dari amukan massa, hampir seluruh bangunan rusak cukup parah,” ungkapnya.
Dua gereja ini, sama-sama memiliki kisah kelam yang diperbuat oleh massa tak bertanggungjawab. Kerusuhan tersebut turut mengukir sejarah perjalanan tempat ibadah yang seharusnya menjadi tempat paling damai. (*)