Warga Masyarakat Kecamatan Tiris, Kabupaten Probolinggo, punya tradisi unik yakni Totto’an Dereh (Melepas Merpati). Tradisi melepas merpati ini, berbeda dengan balap merpati yang mengedepankan kecepatan. Tradisi turun temurun ini, merupakan ajang silaturrahmi warga yang jauh dari perjudian, sekaligus membawa pesan perdamaian bagi masyarakat.
Laporan : Muhamad Choriul Efendi
RATUSAN penggemar burung merpati dari berbagai desa di Kecamatan Tiris berkumpul di bibir Ranu Merah, Dusun Krajan, Desa Andung Sari. Mereka menggelar tradisi totto’an dereh, yakni tradisi melepas dan menerbangkan merpati secara massal. Mereka datang dari berbagai pelosok wilayah sambil membawa koleksi merpatinya.
Setiap warga ada yang minimal membawa 2 kurung, bahkan lebih. Satu kurung kecil biasanya berisi 6 ekor burung merpati. Sementara kurung yang lebih besar, berisi minimal 12 ekor burung merpati. Kurungan itu kemudian diletakkan diatas tanah lapang, sebelum dilepas bersama-sama.
Sekilas memang tidak ada yang berbeda dari merpati-merpati itu. Bedanya, burung simbol penyampai pesan damai itu telah dilatih sedemikian rupa sehingga mampu mengingat dimana pun kandangnya. Burung merpati atau Dereh (dalam bahasa Madura, red) yang digunakan adalah merpati jenis pos yang punya daya ingat dan jelajah kuat.
“Saya sendiri tidak ingat sejak kapan Totto’an ini ada. Karena sejak saya masih kecil sudah ada. Dulu kakek dan ayah saya juga suka memelihara dan melepas merpati ini. Saya dan anak saya juga punya dan setiap pekan, biasanya hari Jumat ikut Totto’an kayak ini,” tutur Purnomo (60), salah satu pemilik merpati.
Sebelum menerbangkan merpati, panitia penyelenggara terlebih dahulu membagikan nomor urut peserta. Selanjutnya, burung merpati dilepas dan diterbangkan secara bersama-sama. Meski dilepas jauh dari kandang, merpati tidak akan pernah tersesat di angkasa. Mereka pasti kembali ke kandangnya masing-masing.
“Ndak khawatir ikut kelompok atau milik orang lain. Pasti pulang karena sudah terlatih. Kalaupun masuk ke kandang orang lain ya rejeki dia. Kami tidak akan mengambilnya, karena hal itu sudah seperti aturan tak tertulis,” kata Purnomo.
Menurut Amin, warga Dusun Paleran, Desa Andung Sari, Totto’an secara rutin digelar pada Jumat pagi. Tempatnya bergilir sesuai dengan kesepatakan bersama. Dalam Totto’an itu, biasanya diisi dengan arisan dan simpan uang untuk hari raya Idul Fitri. Untuk arisan ditentukan jumlah nominalnya, sementara untuk simpanan tidak ditentukan nominal rupiahnya.
“Kalau simpanan itu, yang ramai pada saat musim buah, seperti musim manggis. Hasil panen biasanya disimpan semua, nanti waktu hari raya gak bingung uang untuk perluan belanja. Kami tidak khawatir ketua kelompok akan lari, karena sudah terpercaya dan asli orang sini,” ungkap Amin.
Selain digelar rutin setiap pekan, Totto’an juga bisa digelar kapan saja. Terutama saat ada kadisah atau selamatan desa, pesta perkawinan atau kegiatannya lainnya. Puncak tradisi ini, ditandai pengundian nomor oleh panitia. Hadiahnya bisa bermacam-macam, seperti barang elektrik, kambing dan lainnya.
“Totta’an Dereh sendiri merupakan tradisi turun-temurun bagi para penggemar merpati. Tak ada judi dalam tradisi ini. Sebab tak ada pemenang, seperti balapan merpati. Pemilik yang beruntung akan membawa pulang hadiah sesuai undian yang di dapat. Tak hanya itu, totto’an sendiri menjadi ajang silaturahmi warga, sekaligus membawa pesan perdamaian kepada sesame,” kata Kepala Desa Andung Sari, Santoso.
Sementara itu, Camat Tiris, Robby Siswanto mengatakan tradisi Totto’an tak hanya berkembang di Desa Andung Sari, melainkan hampir di seluruh wilayah Kecamatan Tiris. Tradisi turun temurun itu, menurutnya patut dilestarikan dan dikembangkan lebih lanjut.