Ia akrab dipanggil Ali Relief, satu-satunya pengukir tiga dimensi di pasar mebel Bukir. Baginya, mengukir telah mendarah daging dalam tubuhnya.
Laporan : Ardiana Putri
MEMASUKI sentra pasar mebel Bukir Kota Pasuruan, mata akan disuguhi deretan beragam hasil produksi mebel seperti meja, kursi, dipan hingga almari. Terlihat pula orang-orang sibuk mengukir, mengamplas kayu. Ada juga mobil- mobil pengangkut mebel yang ternyata mereka datang dari luar kota.
Tapi ada yang paling menarik perhatian. Dari kejauhan, terlihat seorang pekerja begitu asyik memahat kayu dengan alat ukir di kedua tangannya. Sembari sesekali menyeka keringat di dahinya, ia tetap terlihat serius meski didekati. Hingga kemudian meletakkan alat pahatnya setelah menyadari ada yang mendekatinya. Tegur sapa kemudian dibalasnya dengan lemparan senyum.
“Orang-orang biasa memanggil saya Ali Relief,” ujarnya memulai percakapan.
Nama itu, disebutnya lebih karena ukirannya seperti relief, jadi ia akrab dipanggil Ali Relief. Kata orang-orang di sekitar tempat kerjanya, Ali adalah satu-satunya pengukir kayu tiga dimensi berkualitas, seperti layaknya sebuah relief.
Ia pun mulai berbagi kisah hidupnya. Di bengkel kayu sederhananya itu, Ali Relief menghabiskan kesehariannya. Mengukir kayu bukanlah aktivitas baru. Ia mengaku sejak berusia 10 tahun sudah mengenal ukiran. Tak heran karena ia memang terlahir di Jepara.
Sebenarnya Ali baru 5 tahun tinggal di Kota Pasuruan, pulang ke kampung istrinya. Sebelumnya ia tinggal di Bojonegoro selama 10 tahun. Di sana ia juga mengukir kayu.
Karya-karya Ali Relief boleh dibilang sudah diakui dunia. “Banyak pesanan dari Amerika, kalau di pasar lokal justru sepi,” imbuhnya.
Hasil ukirannya memang untuk kalangan menengah ke atas. Ukiran hiasan dinding motif kisah Ramayana karya Ali yang panjangnya hampir 4 meter, bahkan pernah dihargai sebesar 450 Juta.
Selama satu bulan lamanya, Ali Relief terkadang hanya mampu mengerjakan 1 ukiran hiasan dinding berukuran 1X2 meter. Itu karena ukiran tersebut harus dikerjakan secara detail dan halus. Proses kreatifnya juga tidak sembarangan. Pengukir yang suka dengan cerita pewayangan ini harus memunculkan imajinasinya sendiri tanpa melihat contoh gambar. Ia terlebih dahulu harus membaca maupun mendengar sebuah cerita, kemudian barulah ia tuangkan cerita tersebut ke kayu menjadi sebuah ukiran.
Ya, ia memang seringkali membuat ukiran yang bercerita. “Saya seperti melukis, tapi di atas kayu.” kata Ali menegaskan.
Suka duka selama menjadi pengukir kayu sudah Ali lewati. Lebih kurang 40 tahun pria beranak dua ini menggeluti profesi ini. “Saya pernah 3 kali mendapat pesanan dari Keluarga Cendana. Sekitar tahun 1992-1993 Pak Harto memesan ukiran hiasan dinding 3 dimensi bermotif cerita pedesaan,” ungkapnya.
Sambil berseloroh ia juga mengatakan bahwa selama membuat ukiran kayu, ia tak pernah mengalami kecelakaan kerja, hanya lecet-lecet kecil saja.
Ali Relief bisa dikatakan sebagai pengukir yang telah mengharumkan Pasuruan di kancah dunia, walaupun ia bukan asli Pasuruan. Ia berharap agar rekan seprofesinya bisa mengikuti jejaknya, mengharumkan nama Pasuruan dengan membuat karya dengan seni tingkat tinggi yang lebih banyak lagi. (*)