Probolinggo (wartabromo.com) – Jelang Yadnya Karo, warga Suku Tengger Brang Wetan melakukan ritual penyucian jimat Klontongan serta Banten Karo pada Senin (27/8/2018). Tujuannya sebagai proses penyucian alat agar proses Yadnya Karo berjalan dengan aman.
Bertempat di kediaman Kepala Desa Wonotoro, Mistaman, sejumlah sesaji berupa hasil bumi, disiapkan warga sebelum memasuki prosesi penyucian. Dipimpin Dukun Pandita Desa Wonotoro Joko Trisno, ritual dimulai dengan penyucian rumah yang akan menggelar perayaan Karo itu. Dukun Pandita pun membaca mantra di dalam rumah dengan menghadap ke arah sesaji. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan ritual Mbeduduk.
Selanjutnya adalah Banten Karo, yakni mendoakan seekor sapi yang disiapkan untuk sesembahan. Sebelum disembelih, sapi dibacakan doa dan disiram air suci oleh dukun Pandita.
“Dagingnya sebagian dijadikan sate tanpa bumbu dan kepalanya sebagai persembahan hari raya Karo,” ujar Bambang Suprapto, tokoh agama Suku Tengger.
Bambang menutur setelah beberapa ritual itu, dilanjutkan dengan mengeluarkan jimat Klontongan dari tempat penyimpanan. Jimat Klontongan terdiri dari 8 buah Sodor (bambu panjang 3 meter), 2 buah Cepel (tempat air), 4 buah Sarak (tanduk kerbau), 1 buah kendi, 2 pasang gayung, dan 1 buah celengan.
“Jimat Klontongan ini hanya bisa dikeluarkan, dan digunakan 1 tahun sekali yaitu pada saat Sodoran Karo,” lanjutnya.
Benda-benda suci itu, selain 8 buah Sodor, lantas dimasukkan ke dalam 2 pembungkus. Untuk Cepel, Sarak, Kendi, dan Celengan dimasukkan dalam Tumbun (keranjang). 2 buah gayung dimasukkan dalam kotak kayu persegi panjang. Usai didoakan, jimat lalu dibawa menuju Punden, tempat untuk memandikan jimat.
Selama perjalanan menuju Punden, jimat klontongan diarak dengan iringan musik tradisional yang dimainkan oleh sekitar 8 orang. Setibanya di Punden, Dukun Pandita kembali berdoa diikuti pengisian air bercampur bunga melati ke 2 buah Cepel. Sejumlah benda suci itu lantas, dicuci dengan air dalam Cepel. Selain dukun Pandita, warga secara bergantian ikut mencuci 6 benda pusaka tersebut.
Setelah selesai, warga membilas tangan dan membasuh muka, dengan air bekas pencucian 6 benda pusaka, yang tujuannya agar mendapat berkah. Sementara, 6 benda yang sudah dicuci langsung dikeringkan.
“Selain menyucikan alat-alat upacara, juga dimaksudkan untuk menyucikan jiwa warga,” tambah ketua Parisafa Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Probolinggo itu.
Camat Sukapura Yulius Christian mengatakan, yradisi penyucian sudah berlangsung sejak nenek moyang Suku Tengger. Tradisi ini hanya digelar di 3 desa, yakni Desa Ngadisari, Wonotoro dan Jetak itu.
“Oleh karenanya, kami bersama warga dan para tokoh adat Suku Tengger terus melestarikan tradisi ini,” ujarnya.
Tahun ini, Desa Wonotoro menjadi tuan rumah penyelenggaraan nyuci jimat Klontongan. Setelah hari raya Karo, jimat Klontongan akan bergilir ke Desa Ngadisari. Pada tahun lalu, Desa Jetak menjadi tuan rumah. (cho/saw)