Pasuruan (wartabromo.com) – Rencana Kementerian Perdagangan (Kemendag) membuka kran impor 1,8 juta ton pada semester II tahun ini, dipertanyakan. Pasalnya, impor gula diyakini semakin menjepit, bahkan mematikan petani tebu.
Koordinator APTRI Jawa Timur, A Mawardi dalam sebuah percakapan aplikasi chatting, Senin (20/8/2018), mengungkapkan kekecewaan, dengan menyusulkan permintaan kepada pemerintah, agar menghentikan impor gula.
“Kami petani tebu se Indonesia memperingatkan kepada Pemerintah agar menghentikan impor gula,” kata Mawardi.
Kebijakan membuka kran impor gula, baik gula kristal putih (GKP) maupun gula mentah (raw sugar dan rafinasi), dianggap tidak masuk akal. Saat ini, persediaan gula di pasaran sudah melampaui batas, sehingga pihaknya sudah tidak bisa lagi menjualnya.
“Kami sudah tidak bisa jual gula, karena pasar sudah penuh gula,” tandasnya kemudian.
Diketahui, beberapa waktu lalu pihaknya memberi apresiasi kepada pemerintah yang telah menetapkan harga pembelian gula oleh Bulog sebesar Rp 9.700/kilogram (kg). Namun, faktanya harga gula di pasaran saat ini justru di bawah Rp 9.700/kg.
Ketidaksesuaian harga, diungkapkan Mawardi, karena adanya PG swasta yang memproduksi dengan bahan baku raw sugar. Selain itu, menumpuknya stok gula di pasaran juga membuat harga gula anjlok.
Tentu saja, hal itu dianggapnya telah memukul keberlanjutan dan kehidupan petani tebu.
“Kalau diteruskan pasti akan kami pertanyakan alasannya. Kami akan ke Jakarta. Kami akan membuang gula di kantor Perindag,” tandas Mawardi.
Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan akan mengeluarkan izin impor gula rafinasi pada semester II tahun 2018. Jumlahnya terbilang cukup besar, mencapai 1,8 juta ton gula rafinasi, yang disediakan untuk kebutuhan industri makanan dan minuman.
“Bakal (buka izin impor), kan semester II belum saya keluarin,” ungkap Oke kepada kumparan. (ono/ono)