Pasuruan (wartabromo.com) – Produksi perikanan tangkap di Kabupaten Pasuruan selama tahun 2017 mencapai 11.896,2 ton. Jumlah tersebut setara 170% di atas target produksi selama setahun, yakni 8.289,56 ton.
Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Pasuruan, Slamet Nur Handoyo melalui Kepala Bidang Kenelayanan, Alamsyah Suprijadi mengatakan, realisasi produksi perikanan tangkap yang mencapai 11.896,2 ton terdiri dai 11.706,7 ton dari perairan laut dan 189,5 ton dari perairan umum daratan (PUD). Sedangkan untuk produksi perikanan tangkap dari perairan laut berkisar 8.105 ton, dan perairan umum daratan sebesar 184,56 ton.
Dikatakan Alamsyah, kenaikan tersebut tak lepas dari tingginya kesadaran para nelayan yang telah mulai meninggalkan alat tangkap terlarang seperti mini troll, pukat harimau dan jenis alat tangkap berbahaya lainnya.
“Kami sangat bersyukur karena banyak sekali nelayan kita yang sudah beralih menggunakan alat tangkap yang disarankan seperti jaring, pancing, bubu dan semua alat tangkap yang tak berkantong. Kalau sudah seperti itu, maka ikan-ikan yang kecil tidak akan ikut tertangkap sehingga populasinya tidak menurun,” kata Alamsyah.
Ditambahkannya, ikan laut yang paling dominan ditangkap nelayan adalah kerang hijau, kerang darah, terasak, cumi dan teri nasi. Sedangkan ikan tangkapan perairan umum yang ditangkap diantaranya kepiting, nila dan ikan lempuk.
Seluruh ikan-ikan tersebut tak hanya dikonsumsi masyarakat lokal, akan tetapi juga dikirim keluar daerah seperti Probolinggo, Malang, Surabaya, Jember dan daerah lainnya dalam bentuk ikan segar.
“Ada banyak upaya yang kita lakukan untuk meningkatkan populasi ikan dan produksi ikan tangkap seperti transplantasi terumbu karang, gugus berongga, fish apartement dan rumpon. Dan yang paling penting adalah sosialisasi kepada seluruh masyarakat tentang tata cara penangkapan ikan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” imbuhnya.
Sementara itu, dari data Dinas Perikanan, jumlah nelayan saat ini mencapai 7592 orang, tersebar di 4 Kecamatan, yakni Kecamatan Lekok, Nguling, Kraton dan Rejoso. Dari jumlah tersebut, 12 orang diantaranya pernah berurusan dengan Polair pada tahun 2017, lantaran terbukti menangkap ikan dengan menggunakan alat yang berbahaya.
“Kapal atau perahu milik nelayan langsung disita beserta dengan alat tangkap, tapi kalau nelayannya hanya dibina saja, tidak serta merta ditahan. Semoga saja semakin ke depan, semakin baik lagi,” terangnya. (mil/ono)