Orang –orang di kampung Gus Hafidz sedang riayan sekarang. Terutama Cak Manap yang warung kopinya tak pernah sepi, para tim sukses serta seksi penggembira semacam Firman Murtado. Setiap malam ada saja yang mayoran.
Tiap hari ada saja yang nebas warung Cak Manap, bakso Cak Sohep atau mie ayam Cak Sulak. Setiap orang boleh minum kopi, ambil rokok eceran atau rondo royal tanpa bayar karena sudah ada yang mbayari. Demikian juga bakso Cak Sohep dan mie ayam Cak Sulak, setiap pagi stand by di gerdu melayani siapa saja, gratis!
Memangnya ada apa kok aneh begitu? Para calon kepala desa sedang fastabiqul khairat,berlomba dalam kebaikan kepada orang kampung.
Orang –orang seperti Firman Murtado, paling gembira menjelang pilkades begini karena banyak hal gratisan. Jangankan mengurus KTP atau ambil jatah beras miskin, warung kopi dan mie ayam pun gratisan. Seraya menghina dirinya sendiri, Firman Murtado memanfaatkan kesempatan dengan sebaik-baiknya.
“Lha wong ada orang berniat baik kok ditolak?” jawab Firman Murtado sekenanya.
“Tapi ada kompensasinya, Mas Firman. Kalau berani nyedot rokoke harus nyoblos!” kata Mas Bambang ketus.
“Ooo, berkali-kali ikut pemilu saya kira sampeyan sudah arif, Mas Bambang. Ternyata sampeyan masih polos seperti orang zaman dulu,” kata Firman Murtado sambil menyulut rokok dum-duman.
“Begini,mas. Kalau saya ndak mau minum kopi traktiran calon anu, nanti dikiranya saya anti beliau dan mendukung calon yang itu. Kalau saya menolak dum-duman rokok dari calon itu, dikira saya anti sama beliau dan mendukung calon ini. Makanya saya tadahi semua kebaikan beliau-beliau biar tidak kecewa,” lanjut Firman Murtado.
“Lha ya itu namanya mbunglon.”
Kan terlalu murah? Wong orang parkir saja sejam harus bayar dua ribu, ini satu desa kok mau disewakan seratus ribu bertahun-tahun?” Mas Bambang mbrabak abang mendengar ucapan Firman Murtado.
“Jangan kagetan lah, Mas Bambang. Ini abang-abang lambe kok sampeyan anggap serius. Wak Takrip saja tahu kalau mayoran, traktiran warung dan dum-duman rokok ini cuman abang-abang lambe. Ini sudah hampir kiamat kok, mana ada orang berbuat baik tanpa tendensi? Orang kampung seperti kita juga ngerti apa itu no free lunch, ndak ada makan siang gratis dalam urusan politik” Firman Murtado memang termasuk manusia lambe lamis.
“Silahkan sampeyan jadi tim sukses calon anu, tapi ndak usah saklek begitu. Menjadi marketing kan semestinya ramah, simpati sama calon pendukung bahkan kalau mau niru politisi asli di Jakarta sana, harus rela menjadi penjilat.”
“Dan sesekali, biarkan rakyat ngerjai orang nyalon ini-itu dengan menghina demokrasi. Biarkan pelaku serangan fajar kena batunya agar tidak terus menjadi kebiasaan. Traktirannya, dum-duman rokoknya, mayorannya bahkan serangan fajarnya kita terima semua.