Pelayanan Lamban, Sawuri Lemah Kuburan!

2840

Dibentuknya densus saber pungli kemarin, rupanya membuat banyak pelayan publik yang dendam terhadap rakyat. Buktinya, mereka kompak mengadakan “gerakan ngambul nasional”. Purik, ndak mau melayani masyarakat atau paling tidak, semakin mempersulit proses pelayanan publik.

Pungli dilarang, mereka membalas dengan mempersulit proses pelayanan. Lama-lama masyarakat kan jenuh? Bolak-balik ke sebuah kantor hanya dalam rangka meminta tanda tangan seorang kepala dinas yang setiap kali ditemui, pasti sedang rapat. Ini bukan mengada-ngada, sebab Sarep sudah misuh-misuh di warung Cak Manap madul sama Firman Murtado.

“Sudah 756 kali saya bolak-balik, cak. Belum selesai juga.”

“Kantor mana?”

“Kantor dinas minta izin usaha” katanya seraya misuh-misuh.

“Kira-kira apa kendalanya, kok sampai bisa begitu?” timpal Gus Hafidz, ikut nimbrung.

“Ada saja, gus. Lima hari yang lalu, saya sudah menyerahkan berkas-berkas. Diperiksa sama resepsionis, katanya sudah lengkap. Saya serahkan data, saya tunggu sampai seminggu belum selesai juga. Saya konfirmasi, katanya masih ada data yang kurang. Lha kemarin meriksa berkasnya bagaimana? Wong sudah bilang lengkap, tinggal nunggu antrian untuk diproses, sekarang malah bilang ada berkas yang belum lengkap?” sekali lagi Sarep misuh, tak peduli di depan Gus Hafidz.

“Kurang data apa lagi, cak?”

images (58)_1490925946895

“Lha ini yang bikin kudu misuh. Saya disuruh minta surat keterengan dari kepala desa sama camat, padahal sebelumnya ndak ada petunjuk seperti itu. Bahkan resepsionis –yang saat saya tanya utek-utek HP—bilang berkas sudah lengkap. Maka terpaksa saya harus ke kantor kepala desa. Di sana, kepala desa sedang rapat. Makanya, minta surat keterangan kepala desa pun saya harus menunggu tiga hari. Selesai dengan kepala desa, saya harus minta surat keterangan pak camat. Pak Camat sedang study banding. Saya di PHP sama asisten, lima hari kemudian surat keterangan baru selesai.” Sekali lagi Sarep misuh.

“Selesai sudah surat keterangan dari kepala desa dan camat, saya serahkan lagi berkas sama resepsionis “dinas minta izin usaha”, sepi. Padahal bukan hari libur. Saya sanggong sampai jam tiga sore, resepsionis yang sebagian besar jam kerjanya untuk main HP itu baru datang, dari ngantar istri buwuh katanya. Saya serahkan berkas yang saya lengkapi seraya misuh-misuh itu, saya suruh periksa lagi, katanya lengkap. Lalu saya tanya kapan selesai surat minta izin usaha bos saya, ndak tahu, katanya. Kepala “dinas minta izin usaha” sedang nggilir istri mudanya, ndak tahu kapan ngantor. Saya sudah kepingin gelut sebenarnya, tapi saya empet. Takut mereka makin dendam dan berkas saya diterlantarkan.” Firman Murtado ngegem tangannya. Seperti mau njotos bongkotan tiang warung Cak Manap.

“Saya pulang. Garapan terbengkalai. Jeragan ngamuk-ngamuk. Istri ngambul karena acara buwuh ndak jadi. Saya minta nomor HP kepala “dinas minta izin usaha” sama resepsionis, ndak dikasih. Tanya sana-sini, ahirnya saya dapatkan nomor HP kepala “dinas minta izin usaha”. Saya telepon ndak diangkat. Saya sms, tanya kapan berkas selesai, katanya hari ini. Tapi barusan saya parani, resepsionis bilang belum selesai karena kepala “dinas minta izin usaha” sedang keluar, mengantar istrinya beli duren.” Sekali lagi Sarep misuh.

“Stres saya, cak. Barusan saya terpaksa madul sama Pak M, anggota DPR yang saya suksesan pas pemilu dulu, Pak M ndak bisa menegur karena “dinas minta izin usaha” langsung di bawah kementerian dinas “minta izin usaha” pusat. Menurut sampeyan bagaimana Cak Firman?” ujar Sarep.

“Ngomong apik-apik an sudah?” tanya Firman Murtado.

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.