Pasuruan (wartabromo) – Lembaga Hukum Kontruksi Indonesia Jawa Timur menggelar bedah kasus terkait regulasi ketenagalistrikan yang membuat sejumlah asosiasi badan usaha listrik dibuat kalang kabut termasuk soal munculnya kesepakatan pembatasan kegiatan usaha penunjang tenaga listrik yang hanya berbadan usaha.
Kegiatan yang digelar di salah satu rumah makan di Kota Pasuruan, Senin (28/3/2016) ini dihadiri sejumlah pihak antara lain para kontraktor yang tergabung dalam Asosiasi Kontraktor Elektrikal Indonesia (AKEI), PT. PPILN (Perintis Perlindungan Instalasi Listrik Nasional), Forum Masyarakat Kontruksi Indonesia (FMKI) dan perwakilan PLN area Pasuruan.
Ketua Dewan Pengarah LHKN Pusat, Totok Irfandi mengatakan kegiatan tersebut untuk mendengarkan ragam kasus yang ditimbulkan atas munculnya regulasi ketenagalistrikan guna melakukan langkah lanjutan untuk membawa permasalahan regulasi tersebut ketingkat lanjutan semisal ke Mahkamah Agung nantinya.
“Saat ini teman – teman dihadapkan pada dua regulasi perundangan yang berbenturan. Satu sisi mengacu pada Undang – undang ketenagalistrikan nomer 30 tahun 2009. Sementara disisi lain, undang – undang nomer 18 tahun 1999 yang tetap berlaku dan belum dibatalkan. Ini konspirasi!,” kata Totok.
Akibat kondisi tersebut, saat ini sejumlah kontraktor yang tergabung dalam asosiasi badan usaha tenaga listrik terutama AKEI melayangkan protes atas nota kesepakatan yang telah diputuskan baik melalui surat dari Kementrian ESDM Direktorat Jendral Ketenagalistrikan maupun dalam sejumlah pertemuan lintas asosiasi yang dianggap sangat merugikan badan usaha yang selama ini melakukan usaha jasa penunjang tenaga listrik diranah dominan pelanggan langsung.
“Saat ini teman – teman yang tergabung dalam AKEI yang rata – rata memiliki badan usaha CV merasa diperlakukan tidak adil. Pasalnya, kita saat ini dibatasi hanya boleh melakukan kegiatan pengerjaan sampai kapasitas 900 VA saja dengan alasan harus berbadan hukum CV, ” keluh Umbar Mulyono, Wakil Sekretaris DPC AKEI Pasuruan.
Menurutnya, pihaknya bersama para kontraktor meminta agar kesepakatan yang telah dibuat rata – rata pada bulan februari lalu baik oleh Kementrian ESDM Direktorat Jendral Ketenagalistrikan maupun pertemuan asosiasi tersebut dikaji ulang lantaran dianggap sangat merugikan dan secara tegas mereka menolaknya. (yog/yog)