Leces (wartabromo) – Polisi akhirnya memperlihatkan wajah Sabi (41), seorang ayah yang ditetapkan sebagi tersangka kejahatan seksual terhadpa anak tirinya, SN (9). Kepada penyidik, pria asal Kecamatan Leces, ini mengungkapkan alasannya tega menyetubuhi bocah yang masih duduk di kelas 3 SD tersebut.
Penyidik Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Probolinggo, menjerat Sabi pasal 76 dan 81 UU Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar.
Hari ini Kamis (17/3/2016), Sabi, diperlihatkan ke wartawan tanpa penutup kepala. Mengenakan baju tahanan warna orange, Sabi bersikap dingin. Tidak tampak rasa malu maupun penyesalan di wajahnya. Selama disorot kamera, ia hanya sedikit menundukkan kepala.
Kesepian, itulah alasan Sabi tergoda menggagahi SN. Pernyataan itu diungkapkannya kepada penyidik. Sabi mengakui telah menyetubuhi anak tirinya. Namun ia membantah melakukannya 4 kali. Yang dia akui hanya sebanyak 3 kali.
“Ibunya kan jualan di pasar, dia saya gagahi saat rumah lagi sepi. Saya ancam dia agar tidak mengatakan pada ibu dan tantenya,” ujar Sabi.
Ia menuturkan jika dirinya baru 10 bulan berumah-tangga dengan Sani, ibu SN. Selama berumah-tangga itu, dirinya setiap pagi ditinggal pergi berjualan hingga tengah hari. Sehingga ia kemudian gelap mata menggagahi anak tirinya.
Kasus pemerkosaan ini terungkap ketika SN di sekolah sering mengeluh sakit perut. Ia beberapa kali mengeluhkan sakit jika kencing. Guru sekolah akhirnya mencari tahu kenapa siswinya selalu mengeluh sakit perut.
Rupanya, keluh itu bukan karena penyakit namun ulah bejat bapak tirinya. Pengakuan SN oleh gurunya akhirnya diteruskan kepada Sani, ibu SN. Akhirnya oleh ibunya, kelakuan suaminya itu dilaporkan ke Polsek Leces, Selasa (15/3/2016).
MUI Dukung Aparat Hukum Berat Pelaku Kejahatan Seksual Anak
Terpisah Sekretaris MUI Kabupaten Probolinggo, KH. Syihabuddin Sholeh, minta aparat penegak hukum memberikan hukuman yang seberat-beratnya kepada setiap oknum pelaku yang terbukti melakukan tindakan pencabulan hingga pemerkosaan terhadap anak di bawah umur.
“Kasus asusila seperti ini tidak bisa ditolerir karena berdampak buruk bagi korban yang usianya masih muda atau terlalu kecil dan menimbulkan trauma yang berkepanjangan,” katanya.
Untuk itu, aparat Polres Probolinggo dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kraksaan diharapkan bisa menjerat setiap oknum pelaku dengan pasal yang memberatkan. Sehingga penjatuhan vonis oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri (PN) Kraksaan semaksimal mungkin.
“Apalagi beberapa kasus pencabulan maupun pemerkosaan anak di bawah umur sudah marak terjadi Kabupaten Probolinggo atau daerah lain sehingga perlu mendapat perhatian serius aparat penegak hukum,” ujarnya.
Misalnya kasus dugaan pencabulan anak yang dilakukan guru MTs Izzatul Mua’allimin, Kecamatan Pajarakan, terhadap 6 siswanya, kata dia, pelaku yang terbukti bersalah harus dihukum berat. (saw/fyd)