Setelah Gusti Allah menciptakan Akal dan Nafsu, kedua mahluk baru itu di-timbali untuk sowan ke hadapan Allah.Gusti Allah lantas dawuh kepada Akal
“ Kamu siapa, dan Aku ini siapa?”
“ Hamba adalah abdi Panjenengan dan Panjenengan adalah Tuhan saya” jawab Akal dengan penuh takdim.
Lantas Allah bertanya kepada Nafsu “ Kamu siapa, dan Aku ini siapa?”. Dengan acuh tak acuh Nafsu menjawab “Saya ya saya, dan Kamu ya Kamu”. Atas kekurangajarannya itu Nafsu dilempar ke neraka selama seribu tahun. Setelah itu Nafsu dihadapkan lagi kehadirat Allah dan ditanya lagi “ kamu siapa, dan Aku ini siapa?”. Tapi memang dasar mahluk gemblung, tetap saja Nafsu menjawab “ saya ya saya, dan Kamu ya Kamu”.
Allah yang Maha Tahu kelemahan para hambaNya lantas melempar kembali Nafsu ke neraka, namun neraka kali ini berisi adzab rasa lapar.Bukan adzab biasa seperti neraka sebelumnya. Nah, baru beberapa saat berada di neraka lapar itulah Nafsu menyerah seraya menjawab pertanyaan Allah dengan nada penghambaan “ saya adalah hamba Panjenengan dan Panjenengan adalah Tuhan saya”.
Setelah Allah menciptakan mahluk rentan, kecil dan manja bernama manusia, kedua mahluk tadi di-instal sebagai software untuk melengkapi humanitas manusia.Bahkan bukan hanya Nafsu dan Akal yang di-instal.Ruh, Hawa dan Hati juga di-instal ke wadag kecil manusia.Pada perkembangan selanjutnya Nafsu bermutasi menjadi beberapa filial, ada ammarah, lawwamah, mutmainnah dan entah apa lagi.
Mengenai bahaya laten Nafsu dalam diri manusia, Sayyidina Umar pernah keprucut omong “ duh, seandainya saja saya diciptakan sebagi burung, bukan sebagai manusia”. Beliau ngeri membayangkan bahaya yang terus mengintai, yaitu fitnah musuh dalam selimut bernama Nafsu.
Selepas perang Badar yang dahsyat itu, para sahabat pernah juga keprucut omong “ hebat benar perang yang barusan kita alami”. Namun buru-buru Kanjeng Nabi meralat pernyataan gedhe rumongso itu dengan sabda beliau “kita baru keluar dari jihad kecil untuk menghadapi jihad besar, yaitu perang melawan Nafsu”.
Pada kenyataan yang bisa kita rasakan sekarang, provokasi nafsu sudah amat samar untuk kita deteksi. Sebab selain ia menjadi bagian dari diri kita sendiri, tak jarang ia juga berkoalisi dengan musuh dalam selimut lainnya. Nafsu menjalin kerjasama begitu mesra dengan Hawa semesra Amerika dan Israel.Keduanya bahu membahu untuk menjerumuskan kita untuk kebablasan menabrak rambu-rambu Allah yang sebenarnya demi keselamatan kita itu.
Akal sebenarnya netral.Ia adalah filsuf yang pada mulanya sepaham dan sering bekerjasama dengan Hati untuk memutuskan hal-hal besar demi keselamatan kita. Namun bukan Nafsu namanya jika tak bisa merayu Akal untuk mbalelo.Apalagi Akal kadang juga lebih cenderung realistis, menganut faham materialisme dan kadang kapitalis, makanya, dengan sedikit provokasi dan sogokan saja Akal sering keblinger menyetujui akal bulus Nafsu dengan memberikan pembenaran juga.
Hati adalah sosok paling jernih. Bahkan konon ia sering disebut-sebut sebagai “rumah Allah” dalam diri kita. Tapi ketika Nafsu, Hawa apalagi Akal juga ikut andil, Hati pun bisa ikut-ikutan keblinger untuk menuntun kita terjun bebas ke jurang larangan Allah.
Kabar buruk dari percaturan pengaruh dalam diri kita, Nafsu itu licik dan tak tahu malu mirip Amerika.Bukan hanya “orang baik” seperti Akal dan Hati yang ia pecundangi. Ia juga tak jarang “main mata” dengan Iblis dan Setan untuk menghancurkan kita.
Tapi untungnya Gusti Allah selalu tidak tega membiarkan kita menghancurkan diri. Allah bertanggungjawab atas program instal Nafsu dkk agar kita tidak hancur lebur dengan membocorkan terapi-terapi untuk melemahkan mereka. Salah satu, adalah dengan program bernama puasa.