Beji (wartabromo) – Kabupaten Pasuruan memiliki potensi luar biasa di sektor pariwisata. Bak surga kecil di kawasan Tapal Kuda, Kabupaten City of Mountains ini memiliki segalanya, baik wisata alam pegunungan maupun laut, wisata keluarga, wisata agro, wisata religi hingga wisata sejarah berupa candi serta bangunan-bangunan bernilai kainnya. Sayang, potensi tersebut tidak dilelola secara maksimal. Pemerintah daerah seperti setengah hati membangun sektor pariwisata ini. Pemerintah sepertinya tidak memiliki rancang-pikir yang jelas dalam pengembangan sektor ini. Sektor wisata seolah dibiarkan survive tanpa ada sentuhan.
Even-even kepariwisataan sebagian besar hanya bersifat seremonial dan tidak pernah menyentuh sasaran. Bisa diambil contoh festival durian yang pernah diselenggarakan Dinas Pariwisata beberapa waktu lalu di Bangil. Aneh bin ajaib! Kenapa tidak diselenggarakan di lokasi penghasil durian semisal di Tutur, Purwosari atau Purwodadi yang merupakan daerah penghasil durian.
Jika alasannya karena lokasi dianggap tidak penting, maka paradigma tersebut harus dibongkar. Jika digelar di lokasi penghasil durian, maka orang (luar) akan mengenal kawasan penghasil buah secara langsung dan memantik rasa penasaran orang luar untuk datang. Semakin banyak orang yang datang, jelas akan menambah semangat para petani durian untuk lebih meningkatkan produknya. Banyaknya orang yang datang, juga akan membuat perekonomian warga menggeliat. Dan masih akan banyak lagi dampak positifnya.
Jika pemerintah serius, pasti akan berpikir menciptakan even-even untuk mempromosikan potensi agro lainnya. Kenapa tidak ada Festival Apel Tutur atau Festival Krisan, Festival Mangga Rembang? Jadi jangan marah kalau orang lebih mengenal Apel Batu atau Mangga Probolinggo.
Itu beberapa contoh saja. Karena memang nyaris tidak ada kehendak serius pemerintah daerah untuk melakukan upaya mengembangkan potensi wisata lainnya. Gembar-gembor wisata keluarga di Tretes yang selama ini digaungkan juga sebatas wacana. Wisata religi pun tidak tersentuh, begitu juga yang lainnya.
Bromo? Orang Pasuruan banyak yang ngiri karena gunung yang keindahannya tersohor ke penjuru dunia ini lebih dikenal milik Kabupaten Probolinggo. Even Bromo Maraton yang dibangga-banggakan, juga diakuisisi oleh swasta, taman kera yang diimpikan juga masih jauh dari kenyataan, wacana perluasan lahan parkir di Wonokitri juga belum dilakukan, keinginan untuk membangun pos-pos keamanan di sepanjang jalur ke Bromo juga masih gamang padahal keamanan merupakan sarat utama agar lokasi wisata semakin banyak dikunjungi orang.
Tentu saja warga berhak menagih pemerintah dalam hal ini Dinas Pariwisata. Frasa “koe dibayar lapo ae” akan meletup sebagai bentuk kejengkelan dan rasa geregetan.
Situasi paling buruk dialami objek wisata situs candi. Bak anak tiri, candi-candi yang tersebar di Kabupaten Pasuruan semakin ‘kesepian dan tanpa rasa kasih sayang’. Orang pemerintah punya kilah normatif dan klise saat candi-candi ini disoal: itu wewenang Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala. Memang. Soal pemugaran dan perawatan situs menjadi kewenangan dan tanggungjawab Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Trowulan, Mojokerto. Tapi apakah lantas potensi itu dibiarkan? Pemerintah daerah tentu saja bisa mengembangkan potensi ini agar bisa mendatangkan income, minimal untuk warga sekitar.
Beberapakali Titik Temu yang datang ke Candi Sumber Tetek di Dusun Belahan Desa Wononsunyo Kecamatan Gempol, para pengunjung mengeluhkan akses jalan yang buruk. “Padahal jika jalannya bagus lokasi ini akan sangat ramai,” ujar Teguh, seorang pengunjung.