Probolinggo (WartaBromo.com) - Selain dugaan plagiasi, Panitia Khusus (Pansus) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Probolinggo juga menyoroti substansi Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025‑2029. Legislatif menemukan kelemahan serius pada substansi dokumen, mulai dari tidak jelasnya arah pembangunan, target, hingga indikator kinerja.
“RPJMD itu kitab suci pembangunan. Kalau arah kebijakannya kabur, pembangunan lima tahun ke depan bisa mandek. Harus sesuai RPJMN, RPJPD, program Presiden, Gubernur, dan Bupati,” tegas Wakil Ketua Pansus, Khairul Anam, seusai rapat internal, Rabu (23/4/2025).
Menurut Anam, RPJMD seharusnya menyajikan kerangka logis: visi–misi kepala daerah, sasaran pokok, indikator, dan proyeksi hambatan. Namun, draf yang diajukan eksekutif hanya mencantumkan angka makro tanpa penjabaran tahunan.
Ia mencontohkan sektor infrastruktur yang mematok pembangunan >800 kilometer jalan selama lima tahun. “Tidak ada pembagian per tahun, tidak ada analisis hambatan seperti tata ruang atau status lahan,” ujarnya.
Kekaburan indikator, lanjut Anam, bisa berujung temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). “Saat program gagal, pemerintah harus menjelaskan penyebabnya. Kalau kendala RTRW tak dicantumkan di RPJMD, sulit mencari justifikasi,” kata politisi PDIP itu.
Ia mengingatkan kasus aset balai desa dan sekolah yang mangkrak karena lahan bermasalah pada periode sebelumnya. “Kita tak ingin terulang. Karena itu, RPJMD wajib mencantumkan mitigasi risiko,” tambahnya.
Sementara Anggota Pansus, Muhamad Al‑Fatih, menyoroti proyeksi keuangan. RPJMD menurunkan proyeksi sisa lebih pembiayaan anggaran (SiLPA) 2029 menjadi Rp900 juta, jauh di bawah rata‑rata historis Rp200 miliar. Dimana Silpa pada 2023 ialah Rp 292 Miliar, sementara pada 2022 Rp 317 Miliar.
“Tidak realistis. SiLPA dibutuhkan untuk menutup belanja rutin di awal tahun. SiLPA sekecil itu mustahil menopang belanja rutin Januari–Februari. Bisa lumpuh pelayanan publik. Kalau mau direndahkan ya kan bisa diseting pada angka 50-60 miliar,” kata politisi asal PKB itu.
Selain itu, rasio belanja pegawai masih 40 persen—melampaui batas 30 persen yang diwajibkan UU Nomor 1 Tahun 2022 per 2027. “Artinya ada ketidaksinkronan asumsi fiskal dengan regulasi pusat,” ujar Al‑Fatih.
Pansus juga menemukan kesalahan redaksional, seperti penyebutan Kabupaten Tuban dan Pasuruan dalam draf. “Ini memicu dugaan copy‑paste dari daerah lain. Kalau naskah akademik saja tidak cermat, bagaimana publik percaya substansi?” tandas Gus Fatih, sapaannya.
DPRD akhirnya menunda paripurna yang seyogyanya digelar pada Rabu siang (23/4/2025) dan meminta eksekutif—cq. Badan Perencanaan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (Bapelitbangda)—menyusun ulang dokumen bersama tim ahli independen.
Anam menyebut koreksi dan pembenahan naskah Ranwal RPJMD adalah upaya bersama mewujudkan kerangka berfikir dan arah pandang terwujudnya Kabupaten Probolinggo lebih SAE (Sejahtera, Amanah, Religius serta Eksis Berdaya Saing)
“RPJMD dan Visi Misi Kepala Daerah merupakan ruang hybrida , dimana jika diformulasikan dengan baik maka akan melahirkan pedoman kebijakan strategis untuk program-program kerja pro rakyat yang paripurna,” alumni Ponpes Nurul Jadid itu.
Hingga berita ini diturunkan, Bapelitbangda belum mengeluarkan pernyataan resmi. Namun, seorang pejabat internal yang enggan disebutkan namanya menyebut tim pendamping akademik dari Universitas Trunojoyo Madura siap merevisi draf sesuai catatan DPRD Kabupaten Probolinggo. (saw)