Probolinggo (WartaBromo.com) — Dalam dua bulan terakhir, Kota Probolinggo diguncang rentetan peristiwa tragis: tiga kasus percobaan bunuh diri dengan cara menabrakkan diri ke kereta api. Dua di antaranya berujung kehilangan nyawa, satu kasus berhasil digagalkan oleh warga dan aparat.
Fenomena ini menjadi perhatian serius sejumlah pihak. Psikolog RSUD dr. Moh. Saleh Probolinggo, Maria Manna, menilai tren tersebut tak bisa dilepaskan dari isu kesehatan mental yang masih luput dari perhatian banyak kalangan.
“Sebagian besar kasus bunuh diri dipicu oleh depresi. Dan depresi bisa menyerang siapa pun, bukan hanya mereka yang sedang kesulitan ekonomi, tetapi juga orang dengan kondisi finansial yang baik,” ujar Maria saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (21/4/2025).
Menurutnya, selain depresi, gangguan mental lain seperti bipolar dan gangguan kepribadian juga bisa memicu kecenderungan bunuh diri, terutama ketika penderita masuk fase depresi berat dan merasa tidak ada solusi dari permasalahan hidupnya.
Maria—yang akrab disapa Mbak Yaya—menjelaskan bahwa korban bunuh diri kerap merasa sendirian dalam menghadapi tekanan hidup. Kurangnya dukungan dari lingkungan sekitar memperburuk kondisi mental mereka.
“Ketika seseorang tidak memiliki support system yang kuat, mereka mudah merasa terasing dan putus asa. Padahal, sekadar ada teman bicara bisa menjadi titik balik yang sangat penting,” tuturnya.
Ia menekankan pentingnya kesadaran diri (self-awareness) dan menyarankan agar individu yang merasa tak lagi baik-baik saja segera mencari bantuan profesional.
Tiga kasus yang terjadi dalam rentang waktu singkat ini memiliki pola yang serupa—dilakukan di jalur kereta api—namun latar belakangnya beragam. Kasus pertama terjadi di perlintasan Jati, diduga akibat masalah rumah tangga dan riwayat depresi pasca perceraian.
Kasus kedua melibatkan seorang pemuda dari kawasan Kampung Arab. Ia berhasil diselamatkan setelah warga dan aparat bertindak cepat. Korban disebut tengah dalam kondisi depresi dan pengaruh alkohol.
Sementara peristiwa ketiga terjadi pada Minggu (20/4/2025) di perlintasan Kronong, Mayangan. Korban diketahui menderita penyakit kronis, yakni paru-paru dan tulang belakang, yang telah lama dideritanya.
“Korban sempat bercerita tentang penyakitnya sehari sebelum kejadian. Ada kemungkinan ia sudah tidak sanggup lagi menahan sakit,” ujar kerabat korban yang enggan disebut namanya.
Manager Hukum dan Humas PT KAI Daop 9 Jember, Cahyo Widiantoro, menyampaikan keprihatinannya atas insiden tersebut. Ia mengungkapkan, kecelakaan di jalur rel tak hanya membahayakan individu, tetapi juga berdampak pada jadwal perjalanan kereta.
“Saat kejadian, KA Logawa harus berhenti sejenak untuk pemeriksaan rangkaian. Untungnya tidak ada kerusakan, sehingga hanya mengalami keterlambatan lima menit,” jelasnya.
Cahyo mengingatkan masyarakat bahwa berada di jalur kereta api tanpa izin merupakan tindakan melanggar hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 181 dan 199 Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.
“KAI mengimbau masyarakat untuk tidak menggunakan jalur rel sebagai tempat beraktivitas. Selain berbahaya, juga melanggar hukum dan mengganggu operasional kereta api,” tegasnya.
Meningkatnya kasus bunuh diri ini menyoroti perlunya kesadaran kolektif dari masyarakat untuk lebih peduli terhadap kesehatan mental. Keluarga, sahabat, dan lingkungan sekitar berperan penting dalam mendeteksi gejala awal depresi dan menyediakan ruang aman bagi mereka yang sedang terpuruk.
Ketika kesadaran akan pentingnya kesehatan jiwa tumbuh dan menjadi bagian dari percakapan sehari-hari, diharapkan tragedi serupa tak lagi terulang. (lai/saw)