Probolinggo (WartaBromo.com) – PT Pupuk Indonesia (PI) merespons cepat keluhan sejumlah petani di Kecamatan Besuk, Kabupaten Probolinggo, terkait harga pupuk bersubsidi yang diduga dijual melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET). Perusahaan pelat merah itu menurunkan tim ke lapangan untuk melakukan verifikasi langsung atas laporan tersebut.
Kedatangan tim Pupuk Indonesia ini dipicu oleh laporan petani yang mengaku membeli pupuk seharga Rp280 ribu per kuintal—angka yang jauh melampaui harga subsidi resmi. Dalam penelusuran yang dilakukan Rabu (16/4/2025) sore, tim menyambangi kios Alaska Jaya Farm milik Abd Munir dan melakukan klarifikasi langsung bersama petani yang melaporkan kasus tersebut, Abdur Rahim.
“Kedatangan saya untuk menindaklanjuti pemberitaan WartaBromo bahwasanya ada petani membeli pupum di kios dengan harga Rp 280 ribu yang mana itu dianggap melebihi HET (Harga Eceran Tertinggi, red),” ujar Sri Purwanto, Manager Pemasaran PI Jatim 3 di lokasi.
Hasil klarifikasi mengungkap bahwa total harga Rp280 ribu yang sempat dipersoalkan ternyata merupakan akumulasi dari tiga jenis pupuk yang dibeli sekaligus, yakni: 1 sak Urea subsidi: Rp112.500, 1 sak NPK (Phonska) subsidi: Rp115.000 dan 10 kg pupuk non-subsidi jenis ZA: Rp52.500
“Jadi harga yang disampaikan bapak Abdur Rahim itu, adalah pembelian tiga jenis pupuk. Artinya tidak hanya untuk pupuk subsidi tapi juga pupuk non subsidi. Harga itu adalah total dari pupuk subsidi dan non-subsidi yang dibeli sekaligus,” jelas Purwanto.
Petani Abdur Rahim pun mengaku terjadi kesalahpahaman. Ia mengira harga pupuk subsidi hanya Rp90 ribu per sak, sesuai informasi yang beredar di media sosial TikTok. Setelah mendapatkan penjelasan langsung dari pihak PI, Rahim mengakui kekeliruan persepsinya.
“Sekarang saya jadi paham, ternyata harga pupuk subsidi memang sesuai dengan yang saya bayar. Saya salah persepsi karena lihat info di media sosial,” ucapnya.
Sementara itu, Munir selaku pemilik kios menegaskan bahwa pihaknya selama ini menjalankan penjualan sesuai ketentuan pemerintah, hanya melayani petani yang terdaftar dalam sistem e-RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok).
“Saya menjual sesuai HET dan ketentuan. Kalau tidak masuk e-RDKK, ya tidak saya layani,” ujar Munir.
Diwartakan sebelumnya, laporan petani terkait mahalnya harga pupuk mencuat ke publik melalui pemberitaan media lokal. Keluhan tersebut menyoroti dugaan adanya praktik penjualan pupuk subsidi di atas harga resmi, yang dianggap membebani petani. Namun, hasil investigasi PI membuktikan bahwa dugaan tersebut lebih disebabkan oleh miskomunikasi dan ketidaktahuan informasi.
Pihak PT Pupuk Indonesia mengimbau petani untuk tidak mudah terpengaruh informasi yang belum terverifikasi, terutama dari media sosial. Edukasi dan transparansi menjadi kunci agar distribusi pupuk subsidi tepat sasaran dan tidak menimbulkan polemik. (aly/saw)