Pilkada, Kabut Propaganda dan Puputan Margarana

115

Bukan hanya membidik para target yang sudah terdata, tapi juga harus berebut saling bidik dengan sniper lawan. Lengah sedikit, lebih dari nyawa taruhannya. Lebih mengerikan lagi, entah siapa, menerjunkan pasukan khusus untuk mengawasi para sniper itu dari alam yang lebih ghaib. Maka seperti yang Mahmud Wicaksono dengar pasca pilkada, ada sniper yang bebas membidik target, ada pula sniper yang dihabisi saat sedang membidik target.

Oleh: Abdur Rozaq

Usai sudah pilkada musim ini. Para calon yang menang sejenak berpesta, yang belum menang introspeksi, kenapa masyarakat tak memberinya amanat. Belum pantaskah, atau takdir tak menghendaki mereka belepotan lumpur kekuasaan? Dulu, Sayyidina Umar bin Khattab menangis karena terpaksa menerima mandat umat menjadi presiden. Menjadi penguasa bukan hal buruk, malah akan membawa penyandangnya ke sorga jika memimpin dengan adil. Namun, bukankah kekuasaan begitu memabukkan? Bukankah bermain drama seakan-akan dititipi kekuasaan oleh Tuhan untuk bisa memutasi orang yang kurang disukai dan menggantinya dengan tim sukses begitu mengasyikkan? Bukankah kemana pun dikawal, pura-pura didengar segenap titahnya, dipuji segenap pernyatanya mendatangkan kenikmatan? Apalagi para permaisuri, bukankah mengunggah setiap foto yang instgramable sebagai istri pejabat bisa membuat mantan iri?

Bagi para tim sukses, pilkada adalah perang puputan margarana. Perang habis-habisan. Dibelani sampai harus ingkar terhadap titah para resi, harus nggak nyopo sama kawan akrab yang selama ini selalu dikirimi pesan: pinjam dulu seratus, harus berdebat kusir dengan para sahabat di berbagai group WA atau kolom komentar platform berbagai media sosial. Berapa besar dosa ghibah dan adu domba selama kampanye? Tim sukses calon yang belum dipercaya rakyat, harus berapa bulan lagi berani cangkruk di warung kopi karena sungkan? Bagi tim sukses yang calonnya dipilih rakyat, akankah kelak diangkat menjadi tukang sapu di kantor kadipaten atau diberi lahan parkir? Sebenarnya, apakah yang selama kampanye diperjuangkan, sebuah idealisme atau sekedar uang rokok?

Bagi seorang jelata sudra sarjana tukang cukur seperti Mahmud Wicaksono, pilkada begitu mengerikan. Berbulan-bulan sebelum pemilu, berbagi platform medsos dan group-group WA begitu gerah. Kenapa black campaign atau kampanye pitenah masih saja musim, padahal zaman purba telah lama berlalu. Apakah politik memang begitu, tak bisa diselenggarakan selain dengan cara yang barbar?

Beberapa hari menjelang pemilu, di dunia nyata memang seakan adem ayem. Namun di dunia demit alias dunia maya, bahkan di dunia persilatan tempat para mafioso, bola ireng dan kaum blater bersemayam, terjadi konspirasi yang tak mudah dipahami oleh sarjana tukang cukur seperti Mahmud Wicaksono. Ternyata, para resi, para brahmana bahkan para wong agung juga tak selugu yang dikira. Mereka terpaksa terseret arus, meski seringkali dimanfaatkan oleh para mafioso asli. Menurut berbagai informasi yang disimak Mahmud Wicaksono, pilkada kemarin, bisa setara dengan intrik para agen Mossad dalam segi kengeriannya.

Malam menjelang pemilu, suasana begitu mencekam. Ada bayangan-bayangan hitam berkelebat dalam kegelapan. Mengingat cerita mbahnya, Mahmud Wicaksono jadi teringat malam-malam menjelang 30 September 1965. Atau setidaknya, mengingatkan tukang cukur itu pada tragedi ninja 1998. Warung-warung kopi terasa beku. Orang menyeruput kopi penuh waspada. Bahkan, Cak Sueb harus beberapa kali memeriksa gelas bekas kopi atau di bawah lepekan. Bahkan, bekas-bekas kotak rokok yang telah dibuang, harus diperiksa karena khawatir seseorang menyelipkan sandi-sandi morse operasi rahasia. Yang paling berbahaya, jika ada bukti warung Cak Sueb menjadi lokasi transaksi jual beli suara, pasti Cak Sueb akan mengenakan gelang kembar alias borgol. Entah bagaimana, dari balik kegelapan, ada ribuan pasang mata ghaib yang memantau setiap orang, bahkan seorang tukang cukur seperti Mahmud Wicaksono.

Mulai maghrib menjelang, para “sniper” sudah bersiap seperti siluman. Amunisi serangan fajar telah dipasang di magasin, siap tembak target yang sudah terdata. Namun, kali ini tugas para “sniper” malah dobel. Bukan hanya membidik para target yang sudah terdata, tapi juga harus berebut saling bidik dengan sniper lawan. Lengah sedikit, lebih dari nyawa taruhannya. Lebih mengerikan lagi, entah siapa, menerjunkan pasukan khusus untuk mengawasi para sniper itu dari alam yang lebih ghaib. Maka seperti yang Mahmud Wicaksono dengar pasca pilkada, ada sniper yang bebas membidik target, ada pula sniper yang dihabisi saat sedang membidik target. Pasukan siapa mereka? Interpol, Mosaad, CIA, atau jangan-jangan pasukan ghaib dari alam kegelapan? Pilkada kali ini, benar-benar mengerikan! Kawan dan lawan amat sangat sulit dibedakan. Coba bayangkan, seorang sniper yang sedang membidik, ternyata juga dibidik dari balik kegelapan.

Ada yang bilang, kalau tidak salah Wak Takrip, pilkada kali ini lebih misterius daripada pemilu 1951. Serba tak terduga dan segala trik kuno tak berguna sama sekali. Kecanggihan intrik Ken Arok menghabisi Tunggul Ametung dengan memfitnah Kebo Ijo, tak ada apa-apanya dengan kecanggihan trik politik kali ini. Alangkah sudah majunya kadipaten Cak Sueb.

Kaum sudra seperti Mahmud Wicaksono, sekali lagi tak diberi kesempatan menggunakan hati nurani dan kecerdasan spiritual dalam menentukan pilihan. Kabut propaganda dan halusinasi kampanye mengaburkan pandangan mata batin mereka. Semua nampak samar dan rancu. Para dukun banyak salah prediksi karena politik blitzkrieg memang sangat sulit diterka. Bahkan orang-orang pintar yang selalu mengintai kemana arah pulung jatuh, tak melihat apapun selain kabut pekat.

Kini, pilkada telah berakhir. Para calon sudah legowo dengan hasil penghitungan suara. Takdir sudah menentukan siapa yang menjadi hamengku bhumi di propinsi dan kadipaten Cak Manap. Rumusnya, jika rakyat patuh kepada Sang Hyang Murbeng Dumadi, Gusti Allah, Gusti Kang Akaryo Jagat akan menganugerahkan pemimpin yang baik kepada mereka. Jika tidak, ya sebaliknya.

Hanya fiksi belaka, jika ada kemiripan tempat dan peristiwa, hanya kebetulan semata

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.