Khoyal Khombrut: Mimpi Jadi Bupati

134

Di sela-sela jam dinas, Mahmud Wicaksono akan nongkrong bersama anak-anak muda dan para pengangguran. Mendata apa minat dan keahlian mereka. Jika data sudah valid, tanpa upacara birokrasi yang njlimet, akan ia adakan pelatihan-pelatihan.

Oleh: Abdur Rozaq

Sebagai pengangguran terselubung, Mahmud Wicaksono memang punya waktu melimpah untuk berhayal. Tukang cukur itu memang memegang teguh prinsip: Hal-hal besar selalu berawal dari sebuah mimpi. Karena sejak beberapa minggu lalu selalu melihat baliho para calon pemilu lokal, ia kemudian berhayal menjadi seorang walikota atau bupati.

Mahmud Wicaksono menggerutu, kenapa sih orang se visioner dirinya takkan mungkin menjabat sebagai bupati? Kenapa orang selurus dirinya, bahkan tak terpilih saat dicalonkan sebagai ketua RT? Apakah ia hidup di sebuah negara yang mengabaikan kualitas seseorang dibanding kekuatan finansial dan dekengannya?

Andai Mahmud Wicakono dicalonkan dan terpilih bupati, semua guru honorer, akan ia angkat menjadi guru PPPK. Sedangkan yang sudah punya NIP, disodori pakta integritas. Jika dalam satu semester tetap saja suka memberi tugas kepada siswa untuk ditinggal rasan-rasan atau ngopi di kantin, akan ia cabut SK-nya. Tak ada lagi guru bergaji 300 ribu perbulan. Itu sebuah penghinaan terhadap profesi guru. Jika influencer yang mengajarkan hal-hal gak jelas saja dibayar puluhan hingga ratusan juta, guru harus lebih dari itu.

Pagi-pagi, Mahmud Wicaksono akan ngontel di jalan yang mulus yang sudah dibangunnya menggunakan dana APBD, lalu mampir ke kantor-kantor dinas. Sidak! Rumah sakit-rumah sakit yang isunya masih ada saja yang suka mleroki pasien BPJS, harus dirombak paksa. Jika tidak gati kepada pasien, managernya ia mutasi ke Yaman atau Zimbabwe. Para pegawainya akan ia hipnoteraphi, agar kembali sadar jika mereka pegawai, dan pasien adalah juragan mereka. Jaminan kesehatan sudah dibayar rakyat melalui pajak ini-itu, kenapa masih diesemi ketika mereka menggunakan BPJS gratis?

Di sela-sela jam dinas, Mahmud Wicaksono akan nongkrong bersama anak-anak muda dan para pengangguran. Mendata apa minat dan keahlian mereka. Jika data sudah valid, tanpa upacara birokrasi yang njlimet, akan ia adakan pelatihan-pelatihan. Para peserta diberi uang saku dan peralatan sesuai bidangnya. Beberapa waktu kemudian, bantuan peralatan itu akan ia cek. Jika dijual atau tidak digunakan sebagaimana mestinya, harus mengganti lima kali lipat. Ini dalam rangka mengantisipasi penyalah gunaan fasilitas yang diberikan pemerintah.

Para pengangguran yang selama ini selalu berburu lowongan di pabrik-pabrik, akan ia paksa menjadi petani. Para petani mayoritas sudah udzur, sedangkan anak-anak muda, tak ada yang berminat menjadi petani.

Mereka mungkin kurang menonton konten-konten berkualitas di internet, sehingga belum tahu jika orang Cina dan Jepang malah kaya raya dengan menjadi petani. Agar kaum generasi gen Z tidak hitam kulitnya akibat selalu berjemur di sawah, ia akan mengirim para insinyur untuk memperlajari tekonologi pertanian di Cina. Akan ia anggarkan dana besar-besaran untuk impor mesin-mesin pertanian modern. Kalau perlu, belajar ilmu bertani ke Israel.

Para pengelola yayasan pendidikan, akan ia audit dengan ketat. Berapa persen dana BOS digunakan untuk mensejahterakan guru? Dari mana para ketua yayasan membeli mobil mewah dan membangun rumah mentereng? Apa tas, parfum dan HP para istri pengelola yayasan pendidikan? Berapa persen anak para guru yang menderita gizi buruk dan stunting? Jika mereka enggan terbuka atau sok akrab dengan menyelipkan amplop saat salaman, otomatis izin operasional lembaga bisnis, eh lembaga pendidikannya dibekukan.

Para pengawas sekolah, juga akan ia brifing agar tak membebankan tugas tak masuk akal kepada para guru. Memang lebih penting mana sih, proses belajar mengajar daripada membuat dokumen-dokumen administrasi yang konon tak seberapa berfaedah itu? Guru jangan sampai stres, agar pikiran mereka tetap fresh ketika mengajar. Agar mereka punya banyak waktu untuk menambah wawasan dan mengolah skill.

Sebagai tukang cukur yang rajin menonton Youtube, Mahmud Wicaksono tahu jika para elit global, mulai banyak yang berinvestasi di bidang pengadaan pangan. Oleh karena itu, andai jadi bupati, ia akan menyetop investasi di bidang industri. Masyarakat lebih banyak rugi daripada untungnya.

Industri apapun, bahan bakunya diambil di sini, kuli yang diupah murah orang lokal, produknya pun dijual di sini, limbah dan kerusakan ekologi, kita juga yang menanggung. Sedangkan keuntungan finansialnya, 1000 persen diusung ke negara investor. Semisal kasus, hanya karena sebutir pabrik membuang limbahnya ke laut, ratusan ribu hektar tambak penduduk rusak, sedangkan yang bergelimang uang, malah orang asing di antah berantah sana. Kenapa kita tidak memajukan bidang pertanian saat krisis pangan mengancam seperti sekarang? Lamun Mahmud Wicaksono.

Para pemilik tambang, juga harus bertanggung jawab terhadap kelestarian alam. Wajib mereboisasi agar bencana banjir, longsor, kekeringan dan banyaknya ular piton yang ngelencer ke pemukiman warga tak kembali terjadi.

Tak lupa, Mahmud Wicaksono akan membentuk tim siber lokal untuk memberangus akun-akun naudzu billah min dzalik, yang menyiarkan konten-konten sampah di berbagai platform media sosial. Provokasi, hoax dan ujaran kebencian, merupakan extra ordinary crime. Oleh kanena itu, pelakunya sepadan dengan koruptor, teroris dan bandar narkoba.

Hukumannya, ya eksekusi mati.
Anak-anak muda yang cerdas atau paling tidak memiliki kretivitas tinggi, akan ia sekolahkan hingga ke Rusia, Cina atau Amerika. Kesejahteraan mereka harus dijamin, agar tak mencari suaka ke negara lain. Para penulis, akan ia naikkan honornya. Para konten kraetor bermutu, akan ia support dengan berbagai fasilitas dan tunjangan.

Tak kalah penting, Mahmud Wicaksono akan membentuk jamiyyah qunut nazilah untuk men-delete siapa pun yang berniat tidak baik kepada Indonesia.
Hayalan Mahmud Wicaksono terhenti saat pintu lapak cukur rambutnya diketuk seseorang. Saat ia bangkit dari kursi, terlihat Sela, petugas kredit Mekar datang menagih angsuran. Karena sama sekali belum mendapat pelanggan, Mahmud Wicaksono bangkit menuju warung Cak Sueb untuk meminjam uang kepada pemilik warung itu.

Hari masih pagi, setidaknya akan ada tiga orang lagi yang akan datang menagih angsuran.

*Penulis adalah cerpenis dan konten kreator

Disclaimer: Hanya fiksi semata, jika ada kesamaan nama, tempat dan peristiwa, hanya kebetulan.

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.