“Jangan-jangan ini agenda mem-Bangladesh-kan Indonesia? Kita analisa, siapa yang paling ngotot dan paling dendam sama Pak Lurah? Jangan-jangan Mbok Dewor terlibat? Dan kalau kita lihat di medsos, ada yang ancang-ancang memanfaatkan moment ini untuk membikin chaos, lalu melakukan kudeta.
Oleh: Abdur Rozaq
Mahmud Wicaksono yang tak pernah mendapat bansos macam apapun, selama ini selalu membela pemerintah yang sah, karena memang demikian yang diajarkan agamanya. Namun kali ini, tukang cukur itu muntap. Memberontak. Minimal marah-marah di warung Cak Sueb. Orang lugu apalagi sempel, memang begitu. Kalau dihianati, kemarahannya melebihi orang curang yang memang sering mencurangi.
Di televisi dan medsos sedang viral demontrasi besar-besaran. Itulah yang membuat Mahmud Wicaksono marah. Marah kepada para demonstran, terlebih kepada yang didemo. Tukang cukur itu marah kepada para pendemo, karena norak merusak berbagai fasilitas umum.
Apalagi, Mahmud Wicaksono mencurigai ada penyusup, pendemo bayaran, korban konspirasi agen asing, massa partai arogan, massa politik identitas dan tentu saja agen-agen yang berniat tidak baik kepada Indonesia dalam demo kali ini. Namun jika dicerna secara sehat dan jernih, demo itu memang sebuah keharusan. Sebuah perlawanan terakhir dari ketidak berdayaan rakyat selama ini. Sebuah usaha sia-sia untuk membuka sandiwara para elit di antah berantah sana. Demontrasi kali ini, adalah sebuah gerakan yang membuktikan, jika rakyat selama ini pura-pura lugu, padahal sangat tahu kebusukan yang dibungkus dengan elegan oleh para penguasa.
Alkisah, ada seorang lurah yang entah bagaimana, bisa begitu kompromi dengan para oknum anggota BPD, yang katanya mewakili rakyat itu. Sejatinya, gerombolan, eh anggota BPD ini merupakan penyeimbang sepak terjang sang lurah. Namun aneh, malah bisa tunduk patuh kepada si lurah. Sejak SD hingga SMP, setiap warga negara mendapat doktrin jika BPD merupakan lembaga tukang paiduh si lurah jika kebijakannya melenceng. Bersama beberapa lembaga lain, BPD bertugas mengontrol, memberi usul, menyetujui atau menasehati si lurah. Namun ini, tidak berfungsi sama sekali.
Beberapa waktu, si lurah ingin anaknya menjadi carik atau sekdes. Karena usia anak si Lurah belum cukup, dibikinlah konspirasi tingkat tinggi dengan melibatkan sang ipar, agar aturan pencalonan carik dikondisikan. Usia minimal pencalonan carik yang dulunya 40 atau 35 tahun, disim salabim menjadi 30 tahun. Dengan begitu, loloslah anak si Lurah dalam pencalonan. Dan dengan konspirasi tingkat tinggi pula, apalagi menyan dan ajian jaran goyang sekaligus ajian semar mesem dikerahkan, terpilihlah anak si Lurah menjadi carik.
Kemudian, karena si Lurah sudah waktunya lengser dan agar anak-anak si Lurah tidak menjadi pengangguran, disettinglah agar anak, menantu, keponakan, ipar, sepupu jauh, sepupu tiri, keponakan dari nikah sirri, agar bisa mencalonkan diri sebagai ketua RW.
Di lain sisi, Mahkamah anu yang konon merupakan lembaga hukum tertinggi, telah menetapkan usia minimal dalam pencalonan ketua RW. Sialnya, anak bungsu si Lurah masih terlalu bocah sehingga belum memenuhi syarat untuk mendaftar. Lha aneh bin ajaibnya, gerombolan BPD yang kedudukannya di bawah Mahkamah anu, malah menganulir alias mbalelo terhadap keputusan Mahkamah anu. Rakyat marah karena curiga, gerombolan BPD telah kongkalikong dengan si Lurah yang kalem dan berwibawa itu. Rakyat marah karena ini sudah yang kedua kalinya, si Lurah terindikasi mengubah-ubah aturan sesuai kepentingan keluarganya.
Bisa jadi, ada juga sebagian rakyat yang marah karena kemarin kalah pilkades. Bahkan, gerombolan tukang kompor yang pernah dibubarkan oleh si Lurah, ikut memperkeruh suasana. Bisa jadi pula, mereka yang marah adalah anak buah Mbok Dewor yang merasa dihianati oleh si Lurah. Karena konon, sebelum menjadi apa-apa seperti sekarang, si Lurah merupakan anak angkat sekaligus anak emas Mbok Dewor. Nah, rumit kan?
Gerombolan BPD, memang merupakan salah satu gerombolan paling nggateli menurut Mahmud Wicaksono. Segala watak jin ifrit tumpek blek jadi satu dalam diri para anggota gerombolan ini.
Sebagai gerombolan tukang bikin aturan, tentu saja mereka bisa seenaknya membuat aturan yang menguntungkan bahkan menutupi aib mereka. Misalnya, sejak dulu rakyat meminta mereka mengesahkan aturan untuk merampas harta hasil maling. Namun hingga kini, tuntutan rakyat itu tak pernah mereka gubris. Kenapa? Bisa jadi karena aturan seperti itu akan menjerat mereka sendiri. Sebab sudah viral sejak dulu, para maling yang tertangkap, mayoritas juga nyambi menjadi anggota BPD.
Nggatelinya lagi, gaji, tunjangan, sogokan dan fasilitas yang diminta para anggota gerombolan BPD ini tidak masuk akal waras. Orang gila seperti Mahmud Wicaksono saja, geleng-geleng kepala dengan rai gedhek gerombolan ini. Dengan seenak udelnya, mereka menyusun aturan tentang jumlah gaji (buta), tunjangan rumah, kendaraan, purel, obat kuat, alat kontrasepsi bahkan kain kafan dan batu nisan bagi para anggotanya. Itu semua, dibebankan pada pajak.
Gerombolan anggota BPD ini juga dinilai culas, karena siapa pun yang mengkritik mereka, bisa dijerat dengan hukum. Sebagai tukang buat hukum (rimba), mereka begitu cakcek mengesahkan hukum yang memperlancar keculasan sekaligus melindungi kepentingan mereka. Misalnya, agar tidak ada yang berani mengkritik, mereka mengada-ada pasal-pasal karet seperti undang-undang anti paiduh dan cangkem elek, UU tindakan tidak menyenangkan dan undang-undang pencemaran nama (tidak) baik. Jadi, jika ada orang yang ngerasani mereka di warung Cak Sueb misalnya, bisa dipidanakan karena dinilai sebagai tindakan tidak menyenangkan, atau pencemaran nama yang sudah tercemar.
Di tengah gencarnya Mahmud Wicaksono ngedabrus menjelek-jelekkan para anggota BPD itu, Gus Karimun tiba-tiba nyeletuk untuk mengeremnya.
“Kita harus waspada lho, Mas Mahmud,” ujar Gus Karimun kalem.
“Apakah demonstrasi kali ini bukan kepentingan kubu yang kemarin kalah pilkades? Okelah Pak Lurah kita anggap salah dan para anggota BPD nggak pokro, tapi bukankah dunia politik lebih misterius dari alam jin dan lebih angker daripada alam demit?” Mahmud Wicaksono hendak mendebat, namun buru-buru disodori sebatang rokok oleh Gus Karimun. Disulutnya rokok itu dan Gus Karimun cekatan mengambil moment untuk melanjutkan ucapannya.
“Jangan-jangan ini agenda mem-Bangladesh-kan Indonesia? Kita analisa, siapa yang paling ngotot dan paling dendam sama Pak Lurah? Jangan-jangan Mbok Dewor terlibat? Dan kalau kita lihat di medsos, ada yang ancang-ancang memanfaatkan moment ini untuk membikin chaos, lalu melakukan kudeta. Di medsos, saya lihat banyak yang hendak melakukan perang suci menggempur NKRI. Bayangkan, perang suci membubarkan negara!”
“Sudahlah, kita jangan ikut-ikut marah sebelum semuanya terang benderang. Pak Lurah mungkin memang salah, anggota BPD juga salah, Mbok Dewor memantik-mantik api, dan kaum penyusup yang tak pernah mencitai Indonesia meski cari makan dan beranak pinak di sini, memanfaatkan moment untuk membakar Indonesia.”
“Untuk sementara kita ngopi dulu seraya membaca qunut nazilah, hizib barqi dan qulhu geni. Siapa yang berniat buruk kepada Indonesia, biar berurusan langsung dengan Mbah Sunan Kalijaga dan Eyang Semar. Nanti kalau jelas siapa musuh kita, saya juga siap jotosan sama mereka.