Fiesta (2005): Pesta, Cinta, dan Adu Banteng

191

Fiesta (The Sun Also Rises) disebut-sebut sebagai novel semi autobiografis Ernest Hemingway. Melalui novel inilah nama Hemingway melambung di kesusastraan Amerika.

Fiesta bercerita tentang lima ekspatriat yang staycation di San Fermin, Spanyol. Mereka berlima punya satu tujuan: berpesta dan menikmati pertunjukan adu banteng atau corrida de torros.

Kelimanya adalah Jake Barnes, Robert Cohn, Mike Campbell, Bill Gorton, dan Lady Brett Ashley. Kisah cinta membungkus cerita mereka berlima. Jake Barnes dan Robert Cohn jatuh hati pada Brett. Brett sendiri berpacaran dan hendak menikah dengan Mike.

Karakter Brett dalam novel ini, meski berasal dari keluarga ningrat Inggris, bukan digambarkan sebagai seorang perempuan yang tawadhu’. Ia adalah ‘petualang’ impulsif yang gampang mencintai laki-laki.

Brett bahkan terpukau hingga berujung jatuh cinta pada seorang matador muda yang masih berusia 19 tahun saat di San Fermin.

Di tengah riuhnya fiesta dan gaduhnya pertunjukan adu banteng, ada kemuraman, trauma (bahkan depresi), hopeless, yang diungkapkan oleh masing-masing karakter.

Tiga karakter: Jake Barnes, Mike Campbell, dan Bill Gorton digambarkan sebagai veteran perang dunia I. Perspektif Hemingway tentang perang dan dampak perang terhadap psikis manusia terungkap secara tersirat dari masing-masing karakter itu.

Selain itu, kegandrungan Hemingway terhadap pertunjukan adu banteng benar-benar tertuang di dalam karya ini. Seperti karya-karyanya yang lain, Hemingway selalu piawai membuat deskripsi yang sangat detail. Ia, misalnya, menggambarkan bagaimana suasana kemeriahan San Fermin saat fiesta berlangsung.

Selama fiesta itu, kau akan merasa, meskipun fiesta sedang senyap, bahwa kau perlu berteriak agar perkataanmu dapat didengar…

Ia menggambarkan bagaimana suasana kegaduhan saat pertunjukan adu banteng digelar. Penonton merangsek masuk, banteng mengamuk, penonton tewas terkena tandukan banteng.

Adu banteng, bagi peraih nobel sastra tahun 1954 ini barangkali merupakan penyaluran gairah sekaligus sumber inspirasi. Ia bahkan menulis buku Death in The Afternoon yang bercerita khusus tentang adu banteng.

Kamu dengar? Muerto. Mati. Dia mati. Dengan tanduk menembus badannya. Semua demi kesenangan pagi. Es muy flamenco..”

Fiesta diterjemahkan dan diterbitkan oleh Bentang Pustaka pada tahun 2005. Terjemahannya, menurut saya, bagus. Kita bisa menikmati kalimat-kalimat lugas dan sederhana yang merupakan ciri khas Hemingway, lalu dialog-dialog ringkas ‘gunung es’ ala Hemingway juga diterjemahkan dengan baik.

Jika Anda penggemar Hemingway seperti saya, Anda akan mengamini bahwa novel ini memang semi autobiografi Hemingway. Jake Barnes, si narator novel, bertutur dan beraktivitas seperti Hemingway bertutur dalam bukunya yang lain berjudul A Moveable Feast.

Ditulis oleh : Amal taufik

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.