Mayangan (WartaBromo.com) – Pasca dilakukan penataan PKL di Alun-alun Kota Probolinggo, pedagang mengeluh sepi. Pasalnya, penataan itu berdampak signifikan pada pendapatan pedagang. Mayoritas mengeluh karena sepinya pengunjung.
“Kalau awal dipindah itu masih ramai, karena memang ada tontonan di sini. Ada hiburan. Nah ketika sudah tidak ada, seperti sekarang ini, sepi. Jauh hasilnya dari pada waktu di tempat semula itu,” tutur pedagang es kelapa muda 77, Bunda Arifin, Jumat (05/05/2023) sore.
Arifin sendiri sudah 23 tahun, berjualan kelapa muda di Alun-alun Kota Probolinggo. Dirinya paham betul, tipikal pelanggan setianya. Mayoritas pelanggannya, mengeluh akses. Jika sebelumnya bisa membeli tanpa turun motor, atau relatif dekat dengan jalan raya, kini kebingungan.
Sebab harus mencari dahulu dimana lokasinya berada. “Sebelum pindah itu sehari rata-rata sampai 50 buah kelapa. Sekarang paling tujuh, sepuluh, jauh merosotnya,” ujarnya.
Namun sebagai warga kota yang baik, Arifin memilih mengikuti aturan yang sudah diterapkan. Yakni ikut pindah dalam pujasera yang disediakan pemerintah.
Selain masalah pendapatan, Arifin juga mengaku semakin susah. Lantaran fasilitas pendukung, seperti air bersih, susah didapat. Setiap harinya ia harus membeli dari pemasok air bersih. Begitu pula dengan rontokan material dari atas tempatnya jualan.
“Ya makanya saya pasang payung itu. Bukan karena apa, badan ini kotor semua banyak debunya. Rontokan dari atas,” katanya.
Pedagang pun kompak memilih tidak menempati bagian atas pujasera. Karena yang berjualan di atas, sepi. Tidak ada pembeli satupun yang datang.
Menghadapi polemik itu, pedagang sempat berpikir untuk mangkir. Alias kembali ke lokasi semula, sebelum ditertibkan. Yakni di sepanjang bawah pohon sisi selatan Alun-alun.
“Balik semula aja yok, dari pada di sini sepi. Jauh dapatnya,” ujar Arifin, menirukan rekan sesama pedagang.
Proses penataan wajah Alun-alun kota ini, sebetulnya sudah direncanakan dengan matang. Namun, rupanya terjadi selisih data. Wali Kota Probolinggo, Hadi Zainal Abidin menyebut, data semula hanya ada sekitar 60 PKL saja. Tapi pada prakteknya, justru muncul data 180 lebih PKL.
Dimana jumlah itu, jika diletakkan semua di lantai bawah, tidak cukup. Sehingga harus ada yang di atas. Sementara soal keluhan pedagang, Wali Kota menyebut sebagai sebuah proses. “Intinya mau atas bawah pokoknya harus di situ. Kalau tidak cukup di atas semua ya harus ada yang di bawah. Yang tidak boleh di bahu jalan itu,” kata Wali Kota Probolinggo. (lai/saw)