Kraksaan (WartaBromo.com) – Badan Pusat Statistik Kabupaten Probolinggo menyebut indeks pendidikan berada poin 0,7 atau dalam kategori sedang. Terdapat 2 ribuan anak putus sekolah (APS) alias drop out (DO) per 2022 – Maret 2023.
Data BPS menyebutkan pertumbuhan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Probolinggo ada di angka 66,96pada 2022. Naik 1,05 persen dari tahun sebelumnya yang ada di angka 66,26. Disebutkan juga jika Harapan Lama Sekolah (HLS) 12,58 pada tahun yang sama. Angka itu lebih tinggi dari sebelumnya yang berada di 12,36. Sementara untuk Rata-rata Lama Sekolah (RTL) di angka 6,13, tahun 2021 di angka 6,12.
Kepala Disdikdaya (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan) Kabupaten Probolinggo Fathur Rozi menyampaikan ada 3 persoalan dasar pendidikan di Kabupaten Probolinggo. Problem yang perlu ditangani secara khusus, yakni APS. Sebab ada ribuan siswa sekolah dasar hingga sekolah menengah atas yang berhenti di tengah jalan alias drop out (DO) per 2022 – Maret 2023.
Data dari Kementerian Pendidikan Republik Indonesia membagi para siswa yang DO itu berdasarkan kelas masing-masing. Ada 101 siswa kelas 1 SD, 142 siswa kelas 2 SD, 162 siswa kelas 3 SD, 186 siswa kelas 4 SD, dan 287 siswa pada saat kelas 5 SD.
Selain itu, ada 533 siswa yang putus sekolah saat kelas 7 SMP, 679 siswa saat kelas 8 SMP, 540 siswa saat kelas 10 SMA, dan 745 siswa saat kelas 11 SMA. Total ada 2.835 anak putus sekolah (APS).
Anak-anak yang putus sekolah tersebar merata di setiap kecamatan di Kabupaten Probolinggo. Hampir seluruh kecamatan memiliki anak yang putus sekolah.
Fathur Rozi mengatakan bahwa masalah budaya menjadi potensi permasalahan anak putus sekolah. Orang tua di Kabupaten Probolingo cenderung lebih memilih anak bekerja daripada bersekolah.
“Banyak yang lebih mementingkan anak punya sepeda motor ketimbang ijazah. Menurut masyarakat, ijazah tidak ada gunanya,” jelasnya.
Selain DO, ada juga data tentang siswa yang lulus dan tidak melanjutkan sekolah (LTM). Ada 3.503 siswa kelas 6 yang tidak melanjutkan ke jenjang SMP dan 3.491 siswa SMP yang tidak melanjutkan ke jenjang SMA. Total ada 6.994 siswa LTM.
“Data ini belum diverifikasi ke lapangan, sehingga belum pasti apakah yang DO atau LTM mungkin melanjutkan ke pondok pesantren atau tempat lain,” sebut Fathur Rozi.
Solusi pertama yang ditawarkan oleh Disdikdaya adalah meluncurkan Program Ayo Kembali ke Sekolah. Program ini mengajak anak-anak yang putus sekolah di atas usia 21 tahun untuk mengikuti sekolah paket. Targetnya pada Juli sudah diluncurkan.
Selain itu, Disdikdaya juga menawarkan solusi pendidikan potensi yang sudah berjalan di Kabupaten Probolinggo. Seperti pendidikan cara mengolah keripik di suatu desa yang terkenal dengan petani pisang atau umbi-umbian.
Solusi lain, yaitu meluncurkan Peraturan Desa (Perdes) yang menyebutkan bahwa pelajar SMP tidak boleh DO. Caranya dengan menganggarkan beasiswa bagi anak usia sekolah.
“Kepala desa telah dimandatorikan dalam pedum penyusunan APBDdes untuk penyelenggaraan program ini melalui dana desa atau pemberiaan beasiswa bagi perangkat desa untuk mengikuti pendidikan ke jenjang S-1,” uarnya Sekdakab Probolinggo, Ugas Irwanto. (saw/yog)