“Sebagai suami istri intinya saling melengkapi, saling mendukung. Itu yang kita jaga mulai awal dulu merintis usaha hingga sekarang bisa berkembang dan bisa rambah pasar luar negeri”
Laporan : Akhmad Romadoni
Kesibukan terlihat di toko alat musik berjenis darbuka di Jalan Raya Winongan, Dusun Serambi, Desa Winongan Kidul, Kecamatan Winongan, Kabupaten Pasuruan.
Ya, toko itu adalah tempat produksi alat musik perkusi darbuka milik pasangan suami istri Akhmad Najidh (34) dan Tutik Mudzakiroh (31). Mulai pagi, puluhan karyawan sudah sibuk untuk melakukan finishing pembuatan darbuka di tempat yang berukuran 10×15 meter tersebut.
Darbuka, adalah membranofon kepala tunggal dengan piala berbentuk dandang paling sering digunakan dalam musik tradisional Mesir, juga marawis
Saat wartawan wartabromo.com pada Sabtu (15/4/2023) datang, Tutik mulai bercerita tentang pengalaman merintis usaha bersama suaminya.
“Usaha ini dibuat usai saya menikah dengan suami, sekitar tahun 2012 lalu,” kata Tutik mengawali ceritanya.
Ia mengatakan, jika usaha yang dirintisnya diawali mulai dari nol dengan modal seadanya.
“Kalau awalnya itu, 1 juta dibelikan satu set rebana,” ujarnya.
Ia dan suaminya Najidh kemudian membeli satu set alat musik rebana dari Sampang, Madura. Kebetulan, Tutik adalah warga Sampang yang juga sempat menimba ilmu di salah satu Pondok Pesantren di Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan.
“Awalnya suami pesan 1 set rebana. Dari situlah kepikiran untuk memulai bisnis untuk membuat darbuka, atau alat musik yang biasanya ditemui di mesir,” lanjutnya.
Najidh yang juga hobi dengan alat musik islami itu kemudian mencari tahu tentang alat musik darbuka tersebut. Alat musik kepala tunggal dengan piala berbentuk dandang paling sering digunakan dalam musik tradisional Mesir itu mulai dikembangkan.
“Kebetulan saya hobi, beli lah satu darbuka,” kata Najidh.
Ide bisnisnya keluar usai ia menjual darbuka kepada salah satu temannya. Dijual dengan harga di atas ia membeli alat musik tersebut.
“Nah itu saya jual ke teman, dapat untung kira-kira Rp100 ribuan lah,” pungkasnya.
Kemudian ia mulai berfikir dengan istrinya untuk memulai bisnis tersebut. Pasalnya, alat musik darbuka yang terbuat dari aluminium itu jarang ditemui di Pasuruan.
Disisi lain, bahan baku aluminium juga banyak di temukan di Kota Pasuruan tempat di mana penghasil logam tersedia.
“Akhirnya saya mulai mencari tau dasarnya untuk membuat darbuka ke salah satu teman, pakai aluminium itu,” katanya.
Pesanan darbuka itu pun mulai ramai dipesan oleh teman sejawatnya. Satu persatu ia mulai pesan online untuk dijual kembali.
“Alhamdulillah mulai ramai waktu itu, kemudian berfikir gimana bikin sendiri aja,” katanya.
Alhasil, pria yang memiliki dua anak perempuan itu kemudian membangun tempat produksi aluminium atau cetakan awal darbuka di tempat yang jauh dari permukiman, yakni di Desa Ketegan, Kecamatan Rejoso, Kabupaten Pasuruan.
Ketelatenan istri mencari ide dan ketelitian suami mengerjakan produk darbuka itu pun membuat usahanya semakin diminati oleh masyarakat. Desain dan bahan yang mereka gunakan mulai dikembangkan.
Beberapa tahun berselang, ia kemudian bisa memperkerjakan beberapa karyawan yang ada di wilayah Winongan, rata-rata adalah anak muda sekitar.
“Anak-anak sini aja, asli Winongan sendiri kalau karyawan,” sambung Tutik.
Adapun beberapa pekerjaan di dalam tempat produski itu yakni, pencetakan darbuka, membersihkan, proses desain, pengecatan hingga proses finishing pemasangan bagian atas darbuka.
Ratusan tumpukan darbuka juga tertata rapi di tempat produksi tersebut. Setiap hari, puluhan karyawan itu mampu memproduksi 50 darbuka yang siap dijual.
“Ini lagi memperbaiki desain,” ujar salah satu karyawan yang saat itu sibuk membenarkan desain darbuka.
Usahanya pasutri itu kian melejit, pesanan pun datang dari penjuru Indonesia. Bahkan, ia sudah memiliki reseller di setiap daerah di Indonesia. Mulai dari Jakarta, Bandung, Kalimantan, Sulawesi, Sumatera dan darah lainnya.
“Sampai saat ini hampir di setiap kota di Indonesia kami punya reseller,” ujar Najidh.
Banyak rekan di komunitas darbuka membuatnya semakin melebarkan sayap ke kancah internasional. Grup whatsapp yang ia ikuti pun banyak masyarakat dari luar negeri.
Satu persatu teman yang ada di grup tersebut kemudian ditawari untuk bekerja sama. Alhasil, dalam kurun waktu 10 tahun ini ia sudah bisa mempunyai reseller tetap di Malaysia dan Singapura.
“Pesanan juga banyak datang dari China, Jepang hingga India,” lanjut Tutik.
Menurutnya, pesanan saat bulan maulid dan pasca lebaran momen puncak pesanan darbuka kebanjiran. Bahkan sebulan ia bisa meraup omset kurang lebih Rp500 juta.
“Kalau maulid dan habis lebaran ini banyak sekali, mangkanya saat puasa ini, stok akan terus kita perbanyak,” terangnya.
Najidh dan Tutik juga membagikan tips usaha bersama pasangan agar tetap bisa berkembang. Saling melengkapi dan jujur adalah modal utama yang harus dipegang.
“Sebagai suami istri intinya saling melengkapi, saling mendukung. Itu yang kita jaga mulai awal dulu merintis usaha hingga sekarang bisa berkembang dan bisa rambah pasar luar negeri,” tutupnya.
Foto 1 : Pasangan suami istri Akhmad Najidh (34) dan Tutik Mudzakiroh (31) saat berada di toko alat musik darbuka di Jalan Raya Winongan, Dusun Serambi, Desa Winongan Kidul, Kecamatan Winongan, Kabupaten Pasuruan.
Foto 2 : Sejumlah karyawan nampak sibuk dalam melakukan produksi alat musik darbuka
Foto 3,4 dan 5 : Karyawan juga sibuk untuk melakukan pengecatan dan proses pembersihan bagian atas darbuka. (yog)