Jakarta (WartaBromo) – Sekitar 2 ribu lebih lahan di sekitar Gunung Semeru Lumajang terdampak erupsi pada Sabtu, 4 Desember 2021. Luasan area itu, tertangkap citra satelit dan dipaparkan Organisasi Penerbangan dan Antariksa (ORPA) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
ORPA BRIN -sebelumnya bernama Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan)- memaparkan luas area yang terdampak bencana di akhir pekan lalu itu. ORPA BRIN menggunakan pengamatan citra satelit SPOT 7 untuk mengetahui luasan area yang terdampak tersebut,
Foto terbaru dari angkasa luar itu, lantas dibandingkan foto sebelum erupsi. Yakni foto yang diambil pada tahun 2018 dan sesudah erupsi pada 7 Desember. Selain itu, juga memanfaatkan data mosaik landsat 8 tahun 2021.
Dari perbandingan data tersebut, total luasan wilayah yang terdampak erupsi Gunung Semeru diketahui. “Hasil luasan penggunaan lahan ini masih berbasiskan data Landsat 8 mosaik yang masih memerlukan verifikasi dan validasi lebih lanjut,” sebut Plt Kepala Pusat Riset Aplikasi Penginderaan Jauh, M. Rokhis Khomarudin dalam keterangannya, Kamis (9/12/2021).
Lahan terdampak letusan seluas 2.417,2 Ha. Terdiri dari hutan dengan luas 909,8 hektar, lahan terbuka 764,5 hektar dan hutan sekunder 243,1 hektar. Kemudian lahan pertanian 161,5 hektar, ladang/tegalan 161,2 hektar, perkebunan 77,9 hektar, dan pemukiman 67,8 hektar. Serta meliputi semak/belukar 20,8 hektar dan tubuh air 10,4 hektar.
Data itu, dipakai Tim Tanggap Darurat bersama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kem PUPR) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Sebagai pijakan untuk menganalisis lebih detail dengan data citra satelit yang lebih tinggi.
“Hasil analisis ini, nantinya digunakan untuk menentukan keperluan logistik dan penanganan pengungsi, serta menentukan besar kerugian dan rehabilitasinya,” terangnya.
Rokhis menyebut, satelit yang digunakan untuk mendapatkan data citra sebuah wilayah adalah milik negara lain. Ia menjelaskan bahwa satelit yang dimiliki RI saat ini, masih bersifat eksperimental. Belum cukup untuk menganalisa kerusakan secara lebih detail.
“Ke depan, kalau kita punya satelit sendiri akan lebih baik dalam melakukan pemantauan bumi. Saya berharap kita dapat segera mewujudkan pembangunan satelit nasional observasi Bumi,” tandas Rokhis. (saw/saw)