Tangani Kasus BOP, Kejaksaan Diminta Tak Main-main

1756

Pasuruan (WartaBromo.com) — Lima orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemotongan dana Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) Pesantren dan Madrash Diniyah (Madin) yang bersumber dari Kementerian Agama (Kemenag) RI.

Kelimanya tersangka dimaksud adalah Samsul Khoiri, Akhmad Sukhairi, dan Abdul Wahid, yang berasal dari lingkungan pesantren dan madrasah diniyah (Madin). Serta dua orang lainnya, yakni Rinawan Herasmawanto yang menjabat sebagai tenaga ahli anggota DPR RI, dan Nurdin Fiqi, selaku relawan.

Pun demikian, penetapan lima tersangka oleh Kejari itu dinilai sarat kejanggalan. Pasalnya, para tersangka dinilai tidak memiliki peran sentral dalam skandal yang banyak menyita perhatian publik ini. “Kejaksaan jangan hanya menyeret yang kroco-kroco. Aktornya harus diungkap juga lah,” kata Lujeng Sudarto, Direktur Pusat Advokasi Kebijakan (Pus@ka).

Lujeng meyakini, di luar kelima tersangka itu, masih ada orang-orang yang memiliki peran lebih. Siapa orang dimaksud? Menurut Lujeng, informasi itu sudah banyak beredar di masyarakat. Ia menyebut, lima orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka hanya sekadar bumper untuk melindungi aktor sebenarnya dari skandal ini.

Lujeng menilai, penetapan tersangka oleh Kejari yang hanya terbatas pada lima orang ini menyisakan banyak kejanggalan. Pasalnya, sejak awal kasus ini mencuat, ada banyak pihak terlihat dalam pusaran kasus ini. Misalnya saja, keterlibatan Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKDT) Kota Pasuruan.

Dalam praktiknya, dari lima tersangka itu, tak satupun yang merupakan representasi dari organisasi ini. Alih-alih mengungkap semua yang terlibat, pihaknya justru menangkap adanya sinyal dari pihak kejaksanaan untuk hanya membidik pihak tertentu demi meloloskan pihak lain.

“Tidak bisa begitu. Korupsi itu, siapapun yang terlibat harus diungkap. Ungkap semua biar gamblang. Tidak perlu ada yang ditutup-tutupi. Kejaksaan jangan main-main. Sudah tahu semua cerita kasus BOP ini,” tegas Lujeng.

Seperti diketahui, kasus ini bermula dari program BOP Kemenag dalam rangka penanggulangan Covid-19 di lingkungan pesantren, madrasah diniyah dan juga TPQ. Dalam program ini, masing-masing lembaga TPQ dan madin menerima kucuran Rp 10 juta. Sementara pesantren, menerima Rp 25-50 juta. Bergantung jumlah santrinya.

Dalam praktiknya, pencairan BOP itu diwarnai pemotongan. Kini, atas kasus ini, Kejari menetapkan 5 orang sebagai tersangka. (tof/asd)

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.