Jakarta (WartaBromo.com) – Polisi dunia maya resmi beroperasi. Tugasnya untuk mencari produk digital bikinan warganet yang berpotensi melanggar pidana.
Virtual Police ini ada di bawah Korps Bhayangkara. Unit ini digagas oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, guna mencegah produk digital yang bisa melanggar Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
“Melalui Virtual Police, kepolisian memberikan edukasi dan pemberitahuan bahwa apa yang ditulis ada melanggar pidana, mohon jangan ditulis kembali dan dihapus,” kata Kadiv Humas Polri, Inspektur Jenderal Argo Yuwono dilansir dari CNN.
Masih kata Argo, polisi nantinya bakal memberi edukasi pada pembuat konten yang berpotensi melanggar pidana. Namun demikian, petugas tak bisa ujug-ujug mengingatkan warganet. Sebelumnya bakal ada kajian mendalam terlebih dahulu dengan ahli.
Argo menjabarkan, mulanya virtual police ini bakal memberi peringatan pada tulisan atau gambar yang beredar di dunia maya dan berpotensi melanggar. Kemudian akan diambil tangkapan layar untuk dikonsultasikan dengan ahli pidana, Bahasa hingga ITE.
“Apabila ahli menyatakan bahwa ini merupakan pelanggaran pidana baik penghinaan atau sebagainya maka kemudian diajukan ke Direktur Siber atau pejabat yang ditunjuk di Siber memberikan pengesahan kemudian Virtual Police Alert Peringatan dikirim secara pribadi ke akun yang bersangkutan secara resmi,” lanjutnya.
Tentunya pesan tersebut dikirim melalui Direct Massage pengunggah konten. Supaya pembuat konten tersebut tidak merasa dipermalukan atau bahkan terhina jika peringatan diberikan di kolom terbuka. Nah, pesan tersebut berisi instruksi untuk menghapus konten.
“Jadi edukasi yang kami berikat pada masyarakat lewat patroli siber,” tambahnya.
Jika sang pengunggah enggan untuk menghapus konten miliknya, maka polisi dunia maya ini bakal terus mengingatkan pesan. Terakhir jika ada warga yang melapor karena konten itu, polisi bisa memfasilitasi dengan proses mediasi.
“Penegakan hukum di terakhir,” ujar Argo.
Namun demikian, polisi siber ini tidak untuk membatasi pembuat konten dalam berkreasi. Tugasnya hanya memberi edukasi konten yang berpotensi melanggar hukum.
“Polri tidak mengekang ataupun membatasi masyarakat dalam berpendapat namun Polri berupaya untuk mengedukasi apabila melanggar pidana,” tandasnya.
Polisi siber pun mendapatkan pedoman supaya tidak subjektiv dalam menilai sebuah postingan. Apabila petugas melanggar, maka disediakan sanksi khusus.
Sejauh ini sudah ada tiga akun yang mendapat teguran dari polisi siber. Argo kemudian membacakan pesan yang dikirim kepada pembuat unggahan. Berikut isinya:
“Virtual police alert. Peringatan 1. Konten Twitter Anda yang diunggah 21 Februari 2021 pukul 15.15 WIB berpotensi pidana ujaran kebencian. Guna menghindari proses hukum lebih lanjut diimbau untuk segera melakukan koreksi pada konten media sosial setelah pesan ini Anda terima. Salam Presisi.” (may/ono)