Bangil (WartaBromo.com) – Sejumlah pedagang sapi di Kabupaten Pasuruan mengadu ke Komisi 2 DPRD setempat, imbas kelangkaan sapi potong, Rabu (27/1/2021).
Ketua Paguyuban Pedagang Sapi se-Pasuruan Raya, M. Habibi menceritakan kondisi yang tengah mereka alami saat ini. Dikatakannya, jumlah sapi yang dijual di pasar lokal semakin sedikit.
“Seperti di pasar hewan Tutur yang digelar setiap Rabu. Rata-rata, sapi yang dijual hanya berjumlah 15 ekor. Padahal, sebelumnya bisa sampai 40 ekor. Sementara, pembeli atau jagalnya, bisa sampai 50-an orang,” ungkap Habibi.
Kelangkaan ini berdampak pada tingginya harga jual daging, lantaran mereka kesulitan mendapatkan sapi potong dari para peternak. Kalaupun ada, harganya melonjak dari harga biasanya.
“Harga satu ekor sapi berkisar Rp 27-28 juta. Padahal sebelumnya harga per ekor hanya Rp 24 jt,” keluhnya.
Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Pasuruan, Diana Lukita yang juga hadir dalam hearing tersebut menjelaskan, tupoksi Dinas Peternakan memberikan pembinaan bagi para peternak. Mulai dari pembibitan hingga peningkatan populasi ternak.
Sejauh ini, ia menilai, populasi sapi potong, cenderung stabil. Terkait kelangkaan sapi, Diana menduga dipengaruhi oleh pemotongan sapi betina yang masih produktif.
“Padahal kan itu bisa mengurangi populasi. Kami akan mengawasi hal itu. Juga, berkaitan dengan sapi glonggongan, kami juga akan mengawasi jangan sampai terjadi,” kata Diana.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Pasuruan Joko Cahyono menjelaskan kedatangan paguyuban ke dewan ini untuk meminta fasilitasi terkait kelangkaan sapi potong yang imbasnya harga jual daging ikut naik.
“Dari hasil rapat tersebut komisi II meminta Dinas terkait untuk mengecek data populasi sapi di Kabupaten Pasuruan. Kalau memang surplus kenapa terjadi kelangkaan,” kata Joko.
Joko juga menilai kondisi rumah pemotongan hewan kurang layak. Ia mencontohkan RPH di Prigen yang secara pengelolaannya buruk. Terutama pembuangan sisa dari pemotongan yang meresahkan.
Tak hanya soal harga daging sapi yang melejit, Joko juga menyinggung keberadaan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Budidaya Ternak Dinas Peternakan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Pasuruan. Pasalnya, keberadaannya selama ini tidak berdampak pada masyarakat.
“Percuma saja digelontor anggaran tapi tidak memberikan azaz manfaat bagi masyarakat, ini kan pemborosan anggaran,” ungkap Joko.
Disebut Joko, Pemkab telah mengalokasikan anggaran Rp 2,2 miliar untuk UPTD Budidaya Ternak pada tahun 2020. Lantaran pandemi, direfocusing menjadi Rp 1,3 miliar. Bahkan untuk tahun ini, Pemkab kembali menganggarkan Rp 908 juta.
Dan terakhir, kata Joko, para pedagang sapi mengusulkan agar difasilitasi kemudahan pinjaman modal.
“Senin depan akan kami undang Dinas Peternakan dan Disperindag untuk menuntaskan hal ini,” tandasnya. (oel/asd)