Lewat Gawai, Radikalisasi Mengancam di Tengah Pandemi

1169

Pandemi menjadikan akses penggunaan internet meningkat. Propaganda radikalisasi pun terus bergelayut melalui ‘ujung jari’.

Laporan: Asad Asnawi

MARET 2019. Tim Densus 88 membekuk AM, terduga teroris di sebuah tempat di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Penangkapan dilakukan setelah tim Densus mengendus obrolan AM via facebook dengan jaringannya terkait rencananya sebagai pelaku tunggal terhadap polisi.

Jauh sebelumnya, Densus 88 juga menangkap BA dan ZA, dua terduga teroris yang menggalang dana dari para followernya di akun media sosial masing-masing.

Hanya bermodal gawai, mereka berhasil mengumpulkan puluhan juta yang akan dipakai membeli perlengkapan membuat bom. Untung saja, percakapan mereka di akun medsos keduanya terendus aparat.

***

Harus diakui, kehadiran media sosial (medsos) turut menunjang pergerakan kelompok teroris. Selain menyebarkan propaganda, platform berbasis digital ini juga memudahkan jaringan teroris menggalang dana.

Pusat Peneluruan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam dokumen yang ditebitkan Mei tahun lalu, kehadiran platform digital telah mengubah pola jaringan teroris dalam menggalang dana.

Bila sebelumnya mereka mencari dana dengan cara kekerasan seperti merampok, kini penggalangan dilakukan melalui usaha dan cara-cara yang sah. Misalnya, menggalang dana melalui medsos.

“Media sosial digunakan kelompok teror untuk berkomunikasi dan menyebarkan pesan penggalangan (pengumpulan) dana (donasi) kepada masyarakat luas, baik dari dalam maupun luar negeri,” tulis PPATK dalam laporannya yang dipublikasikan Mei 2019 lalu.

Bukan hanya penggalangan dana. Menurut PPATK, kehadiran internet dan medsos juga telah terbukti digunakan kelompok ini untuk menyebarkan propaganda, penyampaikan pesan, hingga melakukan serangan.

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyadari betul pemanfaatkan medsos oleh ekstremisme-terorisme ini. Apalagi dalam situasi pandemi sekarang ini. Kepala BNPT, Irjen Pol. Boy Rafli Amar mengatakan, pandemi yang terjadi tidak serta merta membuat aktivitas melompok radikal tiarap.

Sebaliknya, mereka tetap bergerilnya. Dengan jumlah 140 juta pengguna internet aktif, serta akses penggunaan internet yang meningkat sejak pandemi, kelompok-kelompok tersebut kian aktif menyebarkan propaganda melalui berbagai platform digital.

“Mereka banyak menyebarkan narasi radikalisme di berbagai platform digital. Menggelar pertemuan-pertemuan, menyebarkan pesan secara virtual,” terangnya di sela safari ke pondok pesantren Canga’an, Kelurahan Dermo, Kabupaten Pasuruan, akhir Oktober lalu.

Eks Direktur Pencegahan Terorisme yang kini menjabat Tenaga Ahli BNPT, Irjen Pol (Purn) Hamli sedikit lebih detil mengungkapkan ancaman kebangkitan terorisme di masa pandemi ini. Menurut Hamli, indikasi itu satunya bisa dilihat dari banyaknya anggota jaringan teroris yang ditangkap aparat.

Hamli mengatakan, sepanjang Januari hingga Oktober lalu, sebanyak 175 orang diamankan tahun ini karena terkait dengan jaringan terorisme. Angka tersebut hampir dua kali lipat dari jumlah pelalu yang ditangkap pada 2019 lalu.

“Kita tidak tahu apakah pada November-Desember nanti ada tambahan,” terang Hamli kala hadir sebagai pemateri pada webinar, 24 Oktober lalu. Sebagai catatan, pada 2019 lalu, jumlah pelaku teror yang dibekuk ‘hanya’ 97 orang.

Hamli menilai, meningkatnya jaringan teroris yang dibekuk di musim pandemi menegaskan kelompok ini tetap eksis. Bahkan, hasil peneluran yang dilakukannya, ada upaya-upaya dari kelompok ini untuk mengambil untung dari pandemi yang sedang terjadi. Misalnya, menyebarkan narasi dan propaganda berkaitan dengan wabah ini.

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.