Oleh: Asad Asnawi
MEMANG belum final. Tetapi, besar kemungkinan pemilihan wali kota-wakil wali kota Pasuruan pada Desember 2020 mendatang hanya akan diikuti dua pasangan calon.
Dua pasangan dimaksud adalah Raharto Teno Prasetyo yang berpasangan dengan Hasyim. Sementara pasangan satunya, adalah Saifullah Yusuf alias Gus Ipul yang bergandengan dengan Adi Wibowo.
Teno sendiri merupakan calon petahana yang merupakan Plt Wali Kota Pasuruan saat ini . Sementara Gus Ipul, penantangnya adalah mantan wakil gubernur Jatim dua periode.
Munculnya nama Gus Ipul tak pelak menjadi bahan ‘rasan-rasan’ alias gremengan oleh sejumlah pihak. Tentu, namanya gremengan, sumber atawa dasarnya juga tak jelas.
Karena itu, ketimbang terjebak obrolan gedabyah yang tidak jelas ujung pangkalnya, saya lebih tertarik melihat kontestasi ini secara positif.
Pertama, munculnya Gus Ipul menambah sedikit gengsi pada helatan piwali kali ini. Bahkan, lebih bergengsi dibanding pelaksanaan sebelumnya.
Pertanyaannya, apakah itu berarti pilwali tidak bergengsi? Tidak juga demikian.
Jika kita ingat, pilwali sebelumnya menempatkan dua poros utama dalam persaingan ketat. Yakni, Hasani dan Setiyono. Selain karena sama-sama didukung dua partai besar, Hasani-Setiyono sebelumnya merupakan pasangan Wali Kota-Wakil Wali Kota pada periode 2010-2015.
Kongsi keduanya pecah saat pilwali 2015. Hasani yang berstatus petahana maju untuk kali kedua dengan disokong PKB. Sementara wakilnya, Setiyono menjadi penantangnya.
Karena itu, saya lebih sepakat menyebut pilwali saat itu sebagai momen suksesi kepala daerah paling emosional, sampai-sampai sempat diwarnai sejumlah insiden.
Lalu, apa yang membuat pilwali kali ini lebih bergengsi? Tak lain adalah munculnya nama Gus Ipul. Saat sebagian orang menilai kehadiran Gus Ipul sebagai turun kelas, hadirnya Gus Ipul justru meningkatkan grade pilwali Pasuruan itu sendiri.
Sebagai kota kecil, tidak banyak tokoh, politisi atau pengusaha yang punya nama besar untuk terlibat langsung dalam pilkada Kota Pasuruan. Selama ini, helatan itu ‘hanya’ diramaikan tokoh-tokoh lokal.
Bagaimanapun juga, kehadiran Gus Ipul yang mantan menteri, plus wakil gubernur dua periode sedikit meningkatkan gengsi pilkada itu sendiri.
Tidak perlu menelisik terlalu jauh. Apalagi itu beraifat pribadi. Misalnya, apa yang mendasari Gus Ipul nekat menjadi cawali Pasuruan, tentu Gus Ipul sendiri yang tahu.
Karena itu, tidak perlu pula dijawab. Karena hanya akan menjadi debat kusir.
Bagi saya, jauh lebih penting adalah bagaimana mengawal pilwali mendatang berjalan aman, lancar. Tidak ada black campign atau manuver-manuver yang menjadikan masyarakat terpolarisasi.
Bahwa pilihan politik berbeda, dukungan berbeda, adalah hal yang wajar. Tugas kita, adalah bagaimana memahamkan publik akan program yang diusung. Selebihnya, publik yang menilai.
Kita tentu tidak ingin pilwali kali ini justru diramaikan oleh isu-isu sektarian hingga menyebabkan polarisasi berkepanjangan. Seperti yang jamak terjadi di daerah lain.
Jadi, mari berpolitik yang sehat. Karena inilah saatnya menunjukkan bahwa kita masih bisa berkompetisi dengan sehat. (*)