Sukapura (wartabromo.com) – Suku Tengger di kawasan Gunung Bromo bakal mempunyai 3 dukun pandhita baru. Ketiganya direncanakan diangkat melalui ritual Mulunen dalam rangkaian perayaan Yadnya Kasada, Selasa dini hari, 7 Juli 2020.
Ketiganya berasal dari Kabupaten Probolinggo, yakni 1 calon dukun dari Desa Sapikerep dan 2 lainnya dari Desa Sariwani, Kecamatan Sukapura. Para dukun baru ini, diangkat setelah melewati ujian selama kurang lebih 2 bulan.
Mereka diuji langsung oleh Ketua Paruman Dukun Tengger, Sutomo, dukun Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo. Sebelum dinyatakan sah sebagai dukun pandhita, mereka terlebih dahulu mengikuti Mulunen.
Ritual ini merupakan wisuda samkara atau upacara ujian sekaligus pengukuhan dukun baru. Calon dukun setidak-tidaknya harus hafal 50 persen mantra yang umum dipakai. Selebihnya bisa dihafalkan pasca ujian kelulusan.
“Kasada kali ini, akan ada tiga dukun pandhita baru. Diangkat dalam Mulunen pada puncak Kasada nanti,” ungkap Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Probolinggo Bambang Suprapto, Rabu, 10 Juni 2020.
Mulunen dilakukan pada puncak ritual Yadnya Kasada yang dimulai sekitar pukul 03.00 WIB. Dengan urutan prosesi meliputi pembacaan sejarah Kasada, puja stuti dukun pandhita, dan mulunen. Kemudian diakhiri dengan mekakat atau upacara penutup.
“Disebut mulunen karena calon dukun harus merapalkan mantra pulun. Mantra ini hanya dirapalkan saat wisuda samkara dan unan-unan (tradisi 5 tahunan). Seorang dukun dinyatakan lulus apabila mampu merapalkan mantra pulun dengan lancar. Kesempatan hanya diberikan maksimal tiga kali,” ulasnya.
Tahun lalu, ada 7 dukun baru yang diangkat dalam ritual Yadnya Kasada. Ketujuh dukun itu berasal dari Kabupaten Probolinggo sebanyak 3 orang dan Kabupaten Pasuruan 4 orang. Dua keturunan, sisanya bukan keturunan dukun.
Dukun pandhita adalah kunci kehidupan tradisi dan spiritual masyarakat Tengger. Sebab, dialah yang menentukan seluruh kalender kegiatan tradisi dan keagamaan, termasuk menyelenggarakannya.
“Selain pemimpin spiritual, dukun pandhita juga menjadi panutan dan acuan dalam kehidupan sosial. Ia adalah tokoh masyarakat” terang guru SMPN 1 Sukapura ini.
Dalam Yadnya Kasada, para dukun memakai pakaian putih atau hitam dipadu celana hitam dengan kombinasi kain batik. Selendang kuning menyilang di dada menjadi tanda bahwa mereka adalah dukun.
Tak ketinggalan tentunya ikat bermotif batik diikat menutupi kepala. Mereka tergabung dalam Perkumpulan Dukun Sekawasan Tengger atau sering disebut Paruman Dukun Tengger.
Di pelataran utama Pura Luhur Poten terdapat pendapa berukuran 10 meter x 10 meter menghadap ke selatan, persis ke arah Padmasana. Pendapa itu memiliki bangunan sayap di kanan-kirinya.
Sayap timur diperuntukkan bagi para dukun, sesaji, dan warga masyarakat Tengger di kawasan sebelah timur laut pasir, yakni wilayah Kabupaten Probolinggo dan Lumajang. Sementara sayap barat untuk masyarakat Tengger di kawasan wilayah Kabupaten Pasuruan dan Malang. (saw/ono)