Krisis Air di Musim Hujan

6214
Dalam dua minggu terakhir, warga Kota Probolinggo alami krisis air bersih. Penyebabnya adalah kerusakan pipa PDAM di Ronggojalu, Kabupaten Probolinggo. PDAM tak punya plan B, tak mampu mengatasinya dengan cepat.

Laporan : Lailatuansyah, Probolinggo

SINGGIH, warga Kelurahan Jati, Kecamatan Mayangan, terpaksa bolak-balik ke toko yang ada di ujung depan gang, agar bisa dapatkan air bersih.

Toko tersebut memang menjual air mineral curah atau isi ulang. Selama beberapa hari ini, menjadi satu-satunya tempat ia bergantung mendapatkan air bersih, untuk masak dan mandi.

Tapi, untuk menikmatinya, ia harus menebus Rp3500 tiap galon.
Galon air berisi 19 liter itupun ia panggul, dibawa ke dalam tempat penampungan atau bak mandi.
Sehari, setidaknya 6 galon, ia beli untuk kebutuhan mandi dan masak.

“Sejak air dari PDAM mati, kami mengandalkan air isi ulang. Itu sebenarnya gak cukup untuk masak dan mandi. Selama ini, kami menggunakan air PDAM, jadi kesulitan kalo airnya mati. Apalagi sampai lama sekali,” ujar Singgih.

Siasatnya, bersama keluarga Singgih memilih mandi dicukupkan hanya sekali. Bisa pagi atau sore hari.
Ia terpaksa mandi tak lebih dari sekali, lantaran harus menghemat air, selain juga menekan beban pengeluaran membeli air.

“Yang penting anak-anak yang masuk sekolah bisa mandi. Yang tua mengalah,” timpal Irphan Saputra, tetangga Singgih.

Nasib lebih baik dialami Ikhsan Mahmudi, warga Jalan Letjen Sutoyo Kelurahan Tisnonegaran, Kecamatan Kanigaran. Ia tak harus membeli air isi ulang dan mengeluarkan duit ekstra, hadapi krisis air di musim penghujan kali ini.

Sebab, di rumahnya pompa air bertenaga listrik, setiap saat bisa digunakan. Meski kualitas airnya tak sejernih air dari Ronggojalu.

Selama ini, pompa air itu, digunakan untuk menyiram tanaman, tidak untuk mandi dan memasak.
Tapi, kali ini hal itu tidak berlaku, karena meski tak digunakan memasak, air dari pompa miliknya itu, ada kalanya digunakan untuk mandi.

“Karena kalau ditampung di bak, 3 hari airnya sudah keruh dan harus nguras. Kalau air PDAM, seminggu sekali nguras bak mandi. Airnya bagus, bisa buat minum dan memasak,” tutur Wakil Ketua Komisi Dakwah MUI Kota Probolinggo itu.

Erfan Sudjianto, salah satu pengurus Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Sumber Naga, juga merasakan dampak matinya air PDAM.
Rumah toko (Ruko), tempat usahanya, hanya mengandalkan pasokan air dari PDAM.

“Saya dikabari kalau air PDAM mati karena kerusakan pipa di Ronggojalu,” ujarnya.

Ruko miliknya, dilengkapi pompa air bertenaga listrik. Namun, pompa itu tak difungsikan menyedot air tanah. Melainkan menyedot air PDAM untuk dinaikkan ke tandon atau tangki berkapasitas 5.000 liter. Air kemudian digunakan untuk cuci baju, kebutuhan mandi hingga memasak.

“Dalam kondisi normal bisa digunakan untuk dua hari. Tapi dengan kondisi PDAM yang mati, kami ya harus berhemat menggunakan air di tangki. Kalau biasanya cukup dua hari, sekarang harus bisa dipakai empat hari,” terangnya.

Siasat lain yang diterapkan oleh Erfan adalah dengan mengalihkan cuci baju ke jasa penatu (laundry). Sedangkan untuk konsumsi berupa minum dan masak, air galon jadi pilihan.

“Untuk mandi, kadang ke klenteng, karena di sana pakai sumur bor. Jadi tidak masalah meskipun air PDAM mati,” ungkapnya.

Sama seperti warga lainnya, Erfan memahami matinya air PDAM bukan bentuk kesengajaan. Penyebabnya, karena rusaknya pipa PDAM peninggalan Belanda.

Tim dari PDAM juga berusaha keras memperbaiki pipa supaya air PDAM kembali teraliri. “Kami mengerti kondisi itu,” katanya.

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.