Ngobrol Bareng Penjual Terompet Tahun Baru: SEPI

1864
Penjualan terompet sudah tak semarak tahun-tahun sebelumnya. Omzet penjualannya tak bagus, sepi.

Laporan : Tuji

TEET.. TEEET..
Terdengar keras suara terompet.

Sambil memikul tumpukan terompet, Senin (30/12/2019) siang itu, seorang pedagang terlihat lesu berjalan di pinggir jalan raya di timur Alun-alun Kota Pasuruan,

Tak berapa lama, si Bapak penjual terompet hentikan langkah, lalu letakkan begitu saja pikulannya di trotoar jalan. Topi yang dikenakan diangkat, lanjut sisirkan tangan ke rambut, sang penjual terompet kenakan kembali topinya.

Sedang di seberang jalan, ada sepikulan terompet seakan dibiarkan tak bertuan.
Tak ada kerumuman orang tua bersama anak-anaknya, mengelilingi pikulan berisi tumpukan terompet, seperti yang pernah terekam beberapa tahun lalu.

Benar. Suara keras itu memang berasal dari terompet tahun baru. Tapi, suara itu bukan dari anak-anak yang mainkan terompet, melainkan dari tiupan si Bapak yang mencoba jajakan dagangan.

Kondisi jalanan siang itu nampak sepi. WartaBromo mencoba mendekati si Bapak penjual terompet.

Usman Hadi, ia menyebut nama. Pria 38 tahun ini berasal dari Lamongan, biasa dipanggil Usman.

Ia kemudian menuturkan, sengaja beralih pekerjaan jadi penjual terompet musiman di Alun-alun Kota Pasuruan.

“Setiap akhir tahun, berjualan terompet,” kata Usman, soal pilihan mengais rezeki di Kota Pasuruan.

Tak menghitung berapa kali, tapi ia mengungkapkan sudah bertahun – tahun berjualan terompet tahun baru di Kota Pasuruan.

Bersama sejumlah kawannya, ia sengaja meninggalkan istri dan dua anaknya di Lamongan. Pekerjaan bertaninya pun ditanggalkan untuk sementara waktu.

Usman, saat jajakan terompet tahun baru di jalan timur Alun-alun Kota Pasuruan, Senin (30/12/2019).

Jelang tahun baru kali ini, Usman mengaku sudah 9 hari berada di Kota Pasuruan. Ia bertahan, mencoba menjual beragam terompet mulai bentuk biasa hingga naga itu.

Namun, penjualan terompet diakuinya sudah tak semarak tahun-tahun sebelumnya. Menurutnya, omzet penjualannya tak bagus, sepi.

“Tidak tahu, tapi memang tahun ini sepi tidak seperti tahun-tahun lalu,” terang Usman.

Saking sepinya, pernah dalam sehari, ia hanya mengumpulkan Rp15 ribu, malah sempat tak satupun terjual.

Meski demikian, selama 9 hari itu masih ada peruntungan. Setidaknya dalam satu hari pernah terjual 7 terompet. Padahal beberapa tahun lalu, 7 terompet itu, merupakan jumlah terkecil yang terjual.

“Disyukuri saja. Sekarang memang sangat sepi,” ujarnya.

Ia menilai penyebab turunnya penjualan terompet tahun baru ini bermacam-macam. Namun, ia memperkirakan, mainan modern sepertinya cukup mempengaruhi, sehingga mainan tradisional terompet sudah banyak yang meninggalkan.

Dikatakannya, harga jual terompet yang dijajakan berkisar Rp10 ribu hingga Rp50 ribu, tergantung bentuk atau model.
Nah, dengan patokan harga sebesar itu, selama 10 hari berdagang, biasanya ia bisa membawa pulang uang, hasil keuntungan bersih sekitar Rp700 ribu sampai Rp1 juta.

Dulu, uang sebanyak itu akan langsung diserahkan ke istrinya dan ia melanjutkan kembali pekerjaannya yang sempat ditinggalkan di Lamongan.

“Sekarang kayaknya nggak sampai segitu. Ya pasrah saja, semoga di malam tahun baru habis,” pungkas Usman sambil tersenyum.

WartaBromo kemudian mencoba ambil terompet di pikulan, tirukan Usman, tiupkan terompet turut jajakannya.

Ada yang mau beli Bolo? Teet… teet…! (*)

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.