Pasuruan (WartaBromo.com) – RA Kartini dikenal luas sebagai pelopor emansipasi wanita di Indonesia. Namanya harum dalam buku sejarah, bahkan diperingati setiap tahun dalam perayaan Hari Kartini, 21 April.
Namun, siapa sangka, sosok yang memperjuangkan hak-hak perempuan ini ternyata menyimpan kisah pilu di balik kemasyhurannya, yakni tentang anak kandungnya yang justru terlupakan oleh sejarah.
Anak tunggal Kartini, Raden Mas Soesalit Djojoadhiningrat, lahir dari pernikahan Kartini dengan Raden Adipati Joyodiningrat, Bupati Rembang. Sayangnya, Kartini wafat saat Soesalit baru berusia empat hari.
Sejak kecil, Soesalit tumbuh tanpa ibunya, dan kehidupannya pun jauh dari sorotan sejarah seperti ibunya yang dielu-elukan sebagai tokoh nasional. Alih-alih menempuh jalan istimewa sebagai anak tokoh penting bangsa, Soesalit justru memilih jalur hidup sederhana dan penuh pengabdian.
Ia menolak menjadi bupati menggantikan ayahnya, dan justru memilih masuk dunia militer dengan bergabung ke dalam pasukan PETA (Pembela Tanah Air) pada masa penjajahan Jepang.
Karier militernya cemerlang. Soesalit pernah menjabat sebagai Panglima Divisi II Diponegoro dan juga Penasehat Menteri Pertahanan tahun 1953. Namun, meski memiliki kedudukan strategis di dunia militer, kehidupan pribadinya tetap jauh dari gemerlap.
Ia meninggal dunia pada tahun 1962 tanpa pernah mengungkapkan kepada publik bahwa dirinya adalah anak kandung RA Kartini. Hal ini menjadikan namanya tenggelam dalam sejarah, dan bahkan banyak masyarakat yang tidak tahu bahwa Kartini memiliki keturunan langsung.
Kisah tak berhenti di situ. Lebih memilukan lagi, keturunan Soesalit yang berarti juga keturunan Kartini—hidup dalam kondisi memprihatinkan. Beberapa cucu dan cicit Kartini kini hidup dalam kesederhanaan ekstrem.
Salah satu cicit Kartini bahkan bekerja sebagai tukang ojek dan sempat diusir dari rumah bantuan pemerintah di Parung, Bogor. (jun)
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda.
Klik disini.
