Tergiur Gaji Besar di Malaysia, Perempuan asal Sukorejo Pasuruan Diduga Jadi Korban Perdagangan Orang

58

Sukorejo (wartabromo.com) – Impian mendapatkan gaji besar dan pekerjaan layak pupus sudah. Iming-iming kerja rantau dan berhasil layaknya Tenaga Kerja Wanita (TKW) lainnya, juga tinggal mimpi belaka. NS (32), beruntung bisa pulang dengan selamat, setelah mengalami kerja dengan penuh teror dan tekanan selama beberapa bulan.

Pengalaman pahit itu menimpa NS, wanita asal Desa Dukuhsari, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Pasuruan. Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Jawa timur, Endang Yulianingsih, melalui advokasi SBMI Pasuruan, Ahmad Sumedi mengatakan, NS akhirnya berhasil pulang ke tanah air pada Senin (14/4/2025) malam.

Awal mula kasus ini terjadi ketika korban mendapat informasi dari tetangganya tentang peluang kerja di luar negeri. “Ia dijanjikan akan bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Malaysia dengan gaji sebesar 1.800 ringgit Malaysia (RM) per bulan. Selain itu, ia juga dijanjikan uang jajan sebesar 2 juta rupiah,” jelas Sumedi, panggilan akrabnya, Selasa (15/4/2025).

Dari tetangganya itulah, lanjutnya, korban dikenalkan dengan seseorang berinisial Ibu T, yang mengaku berasal dari Malang dan akan membantu proses pemberangkatannya.

Setelah bertemu dengan Ibu T, korban kemudian ditampung di rumah seseorang berinisial JK, di daerah Blitar selama dua minggu.

“Setelah itu, korban dibawa ke Batam dan kembali ditampung di sana selama kurang lebih satu minggu. Dari Batam, korban lalu diberangkatkan ke Johor, Malaysia, dan ditampung lagi di sana sebelum akhirnya ditempatkan di rumah majikan,” tuturnya.

Namun kenyataannya, saat mulai bekerja, korban tidak hanya mengurus satu rumah seperti yang dijanjikan, melainkan dua rumah sekaligus. Gaji yang diterima pun tidak sesuai, hanya 1.500 RM per bulan. Lebih memprihatinkan lagi, korban mengaku hanya diberi makan satu kali sehari, dan seluruh dokumen pribadinya, seperti paspor ditahan oleh majikan.

Korban juga tidak memiliki kontrak kerja tertulis, baik dengan majikan maupun dengan pihak agensi. “Selama bekerja, meski tidak mengalami kekerasan fisik, korban sering mendapat perlakuan verbal yang tidak sopan dari pihak agensi, yang mempengaruhi kondisi psikologisnya,” lanjut dia.

Untuk berkomunikasi, korban hanya bisa menggunakan telepon genggam secara sembunyi-sembunyi. Ia sudah bekerja selama delapan bulan di sana, namun tiga bulan pertama tidak mendapat gaji karena ditahan pihak agensi dengan alasan sebagai biaya awal keberangkatan.

Masalah ini mulai terungkap setelah korban menghubungi keluarganya dan menceritakan kondisi kerja yang buruk. Ia menyampaikan keinginannya untuk pulang.

“Namun sebelum kami turun tangan, korban dipersulit untuk kembali ke Indonesia,” ujarnya.

Pihak agensi berdalih bahwa majikan telah membayar mahal dan korban terikat kontrak selama dua tahun. Jika ingin pulang lebih awal, korban harus membayar kompensasi.

Setelah melalui proses panjang dan rumit, SBMI berhasil membawa korban pulang kembali ke Jawa Timur dengan selamat. NS hanya perlu mengurus biaya tiket dan membayar denda visa, dengan total keseluruhan sebesar 3.800 RM.

“Fokus kami saat ini adalah membawa korban kembali pulang. Selanjutnya, kami berupaya untuk menempuh jalur hukum. Agar tidak ada lagi agensi abal-abal yang mengarah pada tindak pidana perdagangan orang (TPPO) semacam itu,” tutup Sumedi. (lai/yog)

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.