Probolinggo (WartaBromo.com) – Persoalan pupuk bersubsidi di Kabupaten Probolinggo kembali mencuat ke permukaan. Meski pemerintah daerah telah mengambil langkah pengawasan, kenyataannya masih ditemukan kios yang menjual pupuk di atas Harga Eceran Tertinggi (HET). Para petani pun mengaku terbebani, bahkan merasa tak berdaya menghadapi praktik yang merugikan ini.
Salah satu keluhan datang dari Abd Rahim, petani asal Kecamatan Besuk. Ia mengungkapkan bahwa pada Jumat (11/4/2025) lalu, dirinya membeli pupuk jenis Phonska dan Urea di salah satu kios dengan harga yang jauh di atas ketentuan.
“Saya beli 50 kg Phonska dan 50 kg Urea. Harganya masih Rp280 ribu per kuintal. Padahal, seharusnya Rp115 ribu untuk Phonska dan Rp112.500 untuk Urea,” keluhnya, Selasa (15/4/2025).
Tak hanya soal harga, Rahim juga menyoroti sikap kios yang enggan memberikan nota pembelian. Ia mengaku pernah meminta bukti transaksi tersebut, namun ditolak tanpa alasan jelas. Padahal nota itu, hanya sebagai bukti pengeluaran yang akan dicatat oleh istrinya.
“Saya ambil sendiri ke kios bersama anak saya, tapi tetap diminta membayar mahal. Alasannya biaya pengantaran, padahal saya bawa sendiri. Saya minta nota juga enggak dikasih, katanya enggak usah pakai nota,” tuturnya.
Rahim tercatat sebagai petani resmi dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) dan mengelola lahan pertanian lebih dari satu hektare. Ia menyebut praktik nakal seperti ini semakin memberatkan petani kecil yang sudah menghadapi tantangan dalam produksi.
“Kalau panen bagus, ya bisa untung. Tapi kalau gagal panen, kami rugi. Harga pupuk mahal begini bikin tambah berat,” tambah ayah 4 anak itu.
Menanggapi hal ini, pegiat antikorupsi Noval Yulianto menyatakan bahwa temuan seperti yang dialami Rahim bukan hal baru. Ia menilai pengawasan yang dilakukan oleh Panitia Kerja (Panja) Pupuk DPRD Kabupaten Probolinggo serta inspeksi mendadak Bupati belum membawa dampak signifikan di lapangan.
“Setelah sidak, justru banyak warga yang mengirimkan dokumentasi dugaan pelanggaran ke saya. Ini membuktikan bahwa sidak maupun teguran dari Panja belum menimbulkan efek jera. Tidak ada sanksi tegas, hanya teguran,” ujar Bendahara Lira itu.
Menurutnya, akar masalah terletak pada lemahnya penegakan aturan. Tanpa sanksi nyata, kios-kios nakal akan terus menjual pupuk subsidi di luar ketentuan, karena merasa tak akan mendapatkan konsekuensi serius.
“Saya siap memberikan data dan bukti-bukti berupa dokumentasi terkait pelanggaran kios-kios terutama di Kecamatan Krejengan, asalkan ada sanksi tegas yang dikeluarkan oleh Panja terhadap kios-kios tersebut. Kalau sanksinya hanya teguran, ya seperti momen hari raya idul Fitri itu aja, Mohon Maaf,” ujarnya sambil tertawa.
Rahim dan petani lainnya hanya berharap ada langkah nyata dan tegas dari pemerintah untuk melindungi kepentingan petani kecil.
“Kalau tidak ditindak, kami petani terus dirugikan. Harga pupuk naik, sementara kami tidak punya pilihan. Pemerintah harus tegas, ini soal nasib kami,” pungkasnya.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa pengawasan terhadap distribusi pupuk bersubsidi tidak cukup hanya lewat inspeksi atau teguran semata. Diperlukan tindakan hukum dan transparansi yang bisa menjamin hak petani untuk memperoleh pupuk sesuai ketentuan. (aly/saw)