Ribuan Jemaah Padati Haul ke-72 KH. Moh. Hasan Genggong, Ulama Karismatik yang Menginspirasi Zaman

127

Pajarakan (WartaBromo.com) – Suasana religius menyelimuti kawasan Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong, Kecamatan Pajarakan, Kabupaten Probolinggo, Kamis (10/4/2025). Ribuan jemaah dari berbagai penjuru Nusantara memadati area pesantren untuk menghadiri haul ke-72 KH. Moh. Hasan bin Syamsuddin bin Qoiduddin—ulama kharismatik yang masyhur dengan sebutan KH. Hasan Sepuh.

Sejak pagi, arus peziarah tak henti-hentinya mengalir. Jalan raya Pajarakan–Krucil dipenuhi kendaraan dan pejalan kaki yang datang dengan niat menziarahi, memanjatkan doa, dan mengharap berkah dari sosok wali yang dikenal memiliki karomah dan akhlak mulia.

Haul ini bukan sekadar mengenang wafatnya seorang ulama besar, tetapi menjadi momen spiritual untuk menyambung sanad rohani antara murid dan guru, antara umat dan pewaris ilmu Nabi. Rangkaian acara diisi dengan pembacaan tahlil, sholawat, khataman Al-Qur’an, dan tausiyah penuh hikmah.

Salah satu program istimewa tahun ini adalah “Ngaji untuk Sang Kiai” yang mencatat capaian luar biasa: 201 kali khataman Al-Qur’an, 5.472.213 kali sholawat, dan 1.919.466 kali pembacaan Surat Al-Ikhlas. Angka-angka ini menjadi bukti nyata betapa dalam cinta umat terhadap KH. Hasan Sepuh.

Acara haul turut dihadiri Bupati Probolinggo, dr. Mohammad Haris, jajaran Forkopimda, keluarga besar pesantren, serta para ulama dan habaib dari berbagai daerah. Penceramah utama adalah KH. Ahmad Said Asrori, Khatib Aam PBNU, yang mengangkat keteladanan hidup KH. Hasan sebagai inspirasi lintas generasi.

“Beliau bukan sekadar guru. KH. Hasan adalah suluh zaman, pewaris risalah Nabi yang mampu menghidupkan ilmu dan menanamkan akhlak mulia,” ujar Bupati Haris dalam sambutannya.

Jejak Spiritualitas yang Mendalam
KH. Moh. Hasan lahir pada 27 Rajab 1259 H (23 Agustus 1843) di Desa Sentong, Kecamatan Krejengan. Sejak muda, ia dikenal sebagai pribadi zuhud dengan daya ingat luar biasa. Jejak keilmuannya menembus kota-kota ilmu di Nusantara hingga ke Mekkah al-Mukarramah. Sepulang dari Tanah Suci, ia menikah dengan Nyai Rowaidah, putri dari pendiri utama Pesantren Genggong, KH. Zainal Abidin.

Di tangan beliau, Pesantren Zainul Hasan Genggong berkembang menjadi pusat dakwah, pendidikan, dan spiritualitas yang hingga kini tetap eksis dan berpengaruh luas.

Tak terhitung kisah karomah beliau yang diyakini masyarakat. Salah satu yang paling dikenang adalah cerita seorang nelayan yang diselamatkan dari tengah laut oleh sosok misterius—yang kemudian diketahui sebagai KH. Hasan.

Namun, bagi beliau, inti dari semua karomah adalah keteguhan akhlak dan ketaatan kepada syariat. Dalam hidupnya, KH. Hasan sangat menjaga adab, tidak pernah menyakiti makhluk, bahkan tak mengambil daun dari pohon tanpa izin.

KH. Hasan memiliki kedekatan erat emosianal dengan Nahdlatul Ulama (NU). Atas perintah langsung Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, beliau menjadi Syuriah NU pertama di Kraksaan dan membangun struktur NU di lingkungan pesantren.

“Beliau membangun NU tidak hanya secara struktural, tapi juga kultural—dengan nilai kasih sayang, tawadhu’, dan keteguhan dalam aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah,” terang Bupati Haris.

KH. Moh. Hasan wafat pada malam 11 Syawal 1374 H (1 Juni 1955) dalam usia 112 tahun. Wafatnya disambut duka mendalam oleh ribuan umat. Salah satu momen paling mengharukan adalah pelukan KH. Moh. Hasan Saifouridzal—putra beliau—yang merasa berat menerima amanah besar melanjutkan perjuangan sang ayah.

Namun, cinta dan warisan spiritual KH. Hasan tetap hidup. Haul tahunan ini menjadi bukti bahwa keteladanan beliau tak lekang dimakan waktu.

“Meneladani KH. Moh. Hasan berarti menanam nilai kasih, ketekunan dalam ilmu, dan pengabdian yang tulus kepada umat,” tutup Bupati Haris. (saw)

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.