Jamu Kere: 150 Tahun Meracik Jamu Herbal – Cerita Usaha Penuh Sejarah Kampung Bangilan Pasuruan

151

Rumah Jamu Kere yang ditinggali Mahfud saat ini menyimpan banyak cerita sejarah. Sebagai penerus, dirinya bertugas mencatat, menyimpan, dan meneruskan arsip-arsip ingatan itu kepada generasi selanjutnya. Tentu termasuk juga warisan racikan jamu dari leluhurnya.

Oleh: Amal Taufik

Usianya sudah 70 tahun lebih. Ketika saya menemuinya di rumahnya pada Selasa (11/02/2025) lalu, mata dan tangannya masih jeli memilih toples-toples berisi bahan baku jamu yang tertata di rak kontainer. Ia menuangkan beberapa ke atas talam lalu meraciknya.

Namanya Mahfud Abduh. Mahfud adalah pemilik Jamu Kere yang berada di Kelurahan Bangilan, Kota Pasuruan. Barangkali hampir semua warga Kota Pasuruan mengenal kedai jamu di ujung simpang tiga Jalan Kartini ini. Bangunannya, setahu saya, tidak pernah berubah sejak dulu.

Tiap hari, antrean pelanggan selalu berjejal di depan ‘bar’. Laki-laki, perempuan, tua, muda, semua meminati jamu yang, selain dikenal manjur mengatasi, juga ramah di kantong. Saat ini, untuk satu menu, pelanggan cukup merogoh kantong Rp4.000 saja.

Mahfud adalah generasi keempat. Sejak tahun 1975, Mahfud telah membantu ibunya meracik jamu. Saat itu ia baru saja lulus SMA dan sebenarnya ingin kuliah atau bekerja di luar seperti kakak-kakaknya, namun ibunya memberinya mandat yang lain. Ia diminta mengurus usaha jamu keluarga sekaligus diwarisi ilmu meracik jamu yang sudah turun temurun.“Ya awalnya bagaimana. Jualan jamu. Nanti ketemu teman bagaimana, ketemu guru bagaimana,” ujarnya.

Namun sang ibu meyakinkan, jika Mahfud serius menekuni usaha ini, dirinya tidak akan kekurangan apapun. Mahfud adalah anak yang patuh kepada orang tua dan apa yang diucapkan sang ibu ternyata terbukti. Mahfud bahkan kini terhitung sudah empat kali berhaji, yakni pada tahun 1986, 1998, 2007, dan terakhir 2016.

“Haji yang terakhir saya ikut ONH plus.”

Jamu Kere sendiri didirikan oleh buyut Mahfud yang bernama Abdul Wahid dan Amnah. Oleh keluarga, kedai jamu tidak pernah diberi nama, tetapi para pelanggan memberi nama jamu ‘kere’. Nama ‘kere’ bukan merujuk pada bahasa Jawa ‘kere’ yang berarti tidak mampu. ‘Kere’ yang dimaksud merujuk pada kerai yang menjuntai di antara ‘bar’ dengan pelanggan.Kerai itu sudah ada sejak zaman kedai jamu buka pertama kali. Fungsinya seperti tirai: membatasi pandangan dari luar ke dalam. Mahfud bercerita, kakek neneknya dulu sangat berhati-hati, apalagi kedai dan rumah pribadinya menjadi satu. Mereka sangat berpegang pada nilai-nilai agama.

“Orang-orang dulu kan sangat berhati-hati. Berhadapan bukan muhrim, itu harus berhati-hati. Selain itu, takutnya ada anggota keluarga perempuan tidak pakai jilbab di rumah, karena itu dipasang kerai. Nenek saya itu bahkan naik delman pun, keretanya ditutup kerai.”Tempat Kumpul Aktivis NU Pasuruan, Pernah Didatangi Usmar Ismail

Ingatan Mahfud masih kuat. Ia lahir, besar, dan tinggal di rumah Jamu Kere. Ia masih bisa mengingat dengan sangat jelas bagaimana zaman dulu, sekitar tahun ’60-an, rumahnya itu menjadi tempat berkumpul para aktivis NU Pasuruan. Memang, keluarga besarnya sendiri sangat dekat dengan NU.

Mahfud adalah keponakan dari Kiai Ahmad Jufri, pengasuh Ponpes Besuk yang juga Rois Syuriah NU Kabupaten Pasuruan sejak tahun 1965 sampai dengan tahun 1974. Kata Mahfud, selepas acara atau pengajian di Masjid Jami’ Al Anwar Kota Pasuruan, para aktivis NU nongkrong di rumahnya. Mereka makan, ngopi, dan berdiskusi.

“Pakde saya, Kiai Ahmad Jufri itu kan tokoh NU. Jadi dulu kalau setelah nuzulul quran, maulid nabi, atau pengajian di Masjid Jami’, pasti mereka ke sini,” tuturnya.Adik sepupu Mahfud, Muhammad Munif Nur adalah Ketua Lesbumi pertama di Pasuruan. Ia mengatakan, pada waktu itu pelantikan pengurus Lesbumi pertama di Pasuruan dihadiri oleh Ketua Lesbumi Pusat yang pada saat itu dijabat Usmar Ismail. Usai menghadiri pelantikan pengurus Lesbumi Pasuruan, sutradara film Tiga Dara itu mampir ke rumahnya.

“Acaranya di gedung, lalu setelah itu mampir ke sini. Minum kopi, teh.”

Rumah Jamu Kere yang ditinggali Mahfud saat ini menyimpan banyak cerita sejarah. Sebagai penerus, dirinya bertugas mencatat, menyimpan, dan meneruskan arsip-arsip ingatan itu kepada generasi selanjutnya. Tentu termasuk juga warisan racikan jamu dari leluhurnya.Mahfud sudah 45 tahun meracik jamu. Ia telah menguasai semua fungsi dan manfaat medis masing-masing bahan baku, juga takaran sebelum kemudian diracik. Bahan baku mentah yang diproses mulai disangrai, dijemur, hingga digiling, semua dilakukan di rumahnya.

“Jamu itu intinya dua. Empon-empon dan anggi-anggi,” ujarnya. Empon-empon yang dimaksud seperti temulawak, kunci, kunir, jahe, temu ireng, banggle. Sementara anggi-anggi yang dimaksud seperti kedawung, keningar, kapulaga, kayu angin, kayu ules, dan seprantu.

“Ada juga inggu. Inggu ini seperti getah. Mahal ini. Satu kilogram harganya jutaan.”

Disinggung soal harga produknya yang sampai sekarang sangat ramah di kantong, Mahfud menyebut, dirinya tidak ingin memberatkan pelanggan. Meski reputasi kedai jamunya sudah terkenal, Mahfud tetap mempertahankan harga yang ramah untuk produknya.“Mungkin 10 tahun terakhir harganya dari Rp2.500, naik jadi Rp4.000 sekarang. Saya tidak ingin memberatkan pelanggan. Lagipula, semua manfaat yang dirasakan pembeli dan yang saya rasakan, semua dari Allah SWT.”

Burhan, menantu Mahfud, menghitung bahwa Jamu Kere diperkirakan berusia 150 tahun. Jamu Kere sudah berdiri sejak abad ke-19. Ia mengatakan, tahun ’80-an merupakan tahun di mana Jamu Kere sangat ramai dikunjungi orang. Pada tahun itu, wilayah Bangilan sempat jadi pusat perdagangan dan Jamu Kere posisinya sangat strategis.

Burhan mengaku pernah melihat foto kedai Jamu Kere pada tahun ’60-’70-an. Model dan bentuk bangunannya sama sekali tidak berubah. Sebagai generasi kelima, ia memegang teguh nilai-nilai yang diwariskan keluarga, termasuk mempertahankan ciri khas Jamu Kere.

“Bangunan paling tua di rumah ini ya kedai jamu itu. Itu sama sekali tidak berubah sejak dulu,” ujar Burhan.

Sejak dulu sampai sekarang produk Jamu Kere tidak berubah. Burhan menyebut, karena kedai jamu keluarganya yang sudah berkiprah sejak lama, banyak pelanggannya yang turun temurun, mulai kakek-nenek hingga cucu. Ada juga perantau yang sekadar ingin bernostalgia. Mereka mampir dari luar kota untuk sekadar minum jamu.Kini semua produk Jamu Kere sudah bersertifikat halal. Ada delapan produk yang dimiliki Jamu Kere yaitu, jamu beras kencur, jamu bersalin, jamu kemanden, jamu legi, jamu pegal linu, jamu sawanan, dan jamu sekalor.

“Nilai-nilai yang kami pegang sampai sekarang tidak lain keberkahan. Warisan dari leluhur kami teruskan. Abah saya sangat memegang pesan-pesan dari mbah-mbahnya dulu,” kata Burhan.

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.