Probolinggo (WartaBromo.com) – Lima hari sekolah sudah diuji coba di beberapa lembaga pendidikan di Kabupaten Probolinggo. Program ini diharapkan dapat memberikan pengalaman belajar yang lebih komprehensif bagi para siswa, meskipun ada potensi bentrok dengan kegiatan Madrasah Diniyah (Madin).
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikdaya) Kabupaten Probolinggo, Dwijoko Nurjayadi, mengungkapkan bahwa program lima hari sekolah yang diterapkan di daerahnya dirancang berbeda dengan konsep full day school.
Dalam program lima hari sekolah ini, setiap sekolah dasar di Kabupaten Probolinggo tetap akan memberikan 40 jam pelajaran per minggu. Namun, durasi tersebut dibagi menjadi delapan jam per hari, dengan tidak hanya fokus pada pembelajaran di kelas, tetapi juga mencakup kegiatan lain seperti outing kelas, ekstrakurikuler, dan intra-kurikuler.
“Tujuan utama kami adalah menciptakan suasana belajar yang lebih menyeluruh, di mana anak-anak tidak hanya belajar di dalam kelas, tetapi juga mendapatkan pengalaman belajar di luar kelas yang bisa lebih beragam,” kata Dwijoko pada Senin, 3 Februari 2025.
Selain itu, program ini bertujuan untuk menanamkan kebiasaan positif pada siswa, seperti sholat, mengaji, atau kegiatan keagamaan sesuai dengan keyakinan masing-masing.
Dwijoko menjelaskan bahwa selama ini kebiasaan-kebiasaan tersebut sudah ada. Dengan adanya lima hari sekolah, kegiatan tersebut dapat terjadwal dengan lebih terstruktur dan menjadi bagian dari jam pembelajaran.
Namun, Dwijoko juga mengingatkan bahwa ada potensi kendala terkait jadwal, terutama yang berkaitan dengan kegiatan di Madrasah Diniyah.
“Jam belajar di sekolah dasar berakhir pukul 1 siang, sementara di SMP jam pelajaran selesai sekitar pukul 3 sore. Ini berpotensi berbenturan dengan waktu Madin yang biasanya berlangsung setelah sekolah,” jelasnya.
Untuk mengatasi hal ini, Dwijoko menyarankan pentingnya komunikasi antara pihak sekolah dan Madin. Ia berharap kegiatan Madin dapat diintegrasikan dalam program ekstrakurikuler sekolah, seperti pengajaran mengaji atau pendidikan akhlak, sehingga tidak ada kegiatan yang saling mengganggu.
“Kami berharap, dengan penyesuaian ini, kegiatan Madin dapat menjadi bagian dari pembelajaran di sekolah tanpa menimbulkan tumpang tindih waktu,” ujar Dwijoko.
Dengan adanya penyesuaian dan komunikasi yang baik, Dwijoko berharap program lima hari sekolah dapat berjalan lancar, memberikan manfaat maksimal bagi siswa, dan tidak mengganggu kegiatan pendidikan lainnya di luar sekolah. (saw)