Oleh: Suci Mardiko
Pasuruan ((WartaBromo.com) – ADA sekitar 110 ton sampah per hari di Kota Pasuruan. Dalam skema penanganan persampahan modern ke depan, maka tata kelola persampahan harus bergeser dari yang awalnya mayoritas dibuang ke TPA akan bergeser makin sedikit sampah yang dibuang ke TPA dengan melakukan proses-proses pencegahan, pemanfaatan, pengurangan dan penguraian di hulu.
Saat ini darurat persampahan sudah menjadi masalah dan isu utama di semua daerah di Indonesia. Sampah bukan hanya masalah kesehatan tapi juga masalah sosial.
Pemerintah pusat dalam hal ini Kementrian Lingkungan Hidup (KHL) telah menetapkan Strategi Nasional Pengelolahan Sampah (SNP) yang menetapkan target pengurangan timbunan sampah sampai dengan 30% dan mengelolah 70% sampah yang dihasilkan melalui pengolahan dan daur ulang di tahun 2025. Dan ditargetkan akan bebas sampah (Zero Waste) pada tahun 2030.
Pemerintah daerah saat ini rata-rata sudah menjalankan pengelolahan sampah dengan 3R, Reduce (Pengurangan), Reuse (Pemanfaatan kembali) dan Recycle (Daur ulang) dan membagi sampah dalam dua kelompok besar, sampah organik dan sampah anorganik, kemudian menjalankan beberapa support system untuk menaganinya.
Untuk sampah organik seperti sampah makanan akan diolah untuk kompos dan budidaya maggot. Sementara untuk sampah anorganik ada beberapa kegiatan seperti sosialisasi di masyarakat, seperti mengurangi penggunakan kemasan yang sulit terurai, membawa plastik belanja sendiri serta menjalankan regulasi pengurangan sampah. Seperti pelarangan penggunaan kantong plastik di mini market. Selain itu juga membuat bank sampah untuk pemanfaaatan kembali sampah yang punya nilai seperti kardus, plastik botol mineral, dan lainnya, lalu kemudian mendaur ulang.
Ketika semua program dan kegiatan di atas telah dilakukan maka masih tersisa sekitar 20-30% sampah anorganik yang residu seperti Low Value Plastic (LVP), styroform, tissue,kain, dll yang memang sudah tidak bisa dipilah, dipilih dan diolah. Maka satu satunya cara menangani sampah residu ini yakni dengan pendekatan teknologi.
Beberapa daerah sudah mulai menerapkan teknologi tepat guna untuk menggarap sampah residu, yang mengkonversi sampah residu menjadi kayu komposit atau menjadi energi Refuse Derived Fuel (RDF).
Mungkin yang paling hangat sedang dibangun adalah di Rorotan Daerah Khusus Jakarta dengan RDF Plant nya yang akan menjadi salah satu yang terbesar di dunia. Fasilitas ini akan mampu mengolah sampah hingga 2500 ton/hari dan menghasilkan RDF 875 ton/hari.
Dalam konteks ini, penulis tidak bermaksud membandingkan Kota Pasuruan dengan Jakarta. Masih banyak teknologi pengolahan sampah yang bisa diterapkan dengan kapasitas sampah sesuai yang ada di Kota Pasuruan. Dan ketika ini bisa diterapkan di tiap TPS Terpadu maka sampah sudah bisa diselesaikan di tingkat TPS sehingga mengurangi atau bahkan tidak ada pengangkutan sampah lagi ke TPA. Dan tentu yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana hasil atau output dari sampah residu berupa kayu komposit atau RDF bisa dimanfaatkan dan bukan menjadi onggokan sampah baru.
Semoga ini menjadi mimpi kita bersama.
*Penulis adalah Ketua komisi 3 DPRD Kota Pasuruan