Tahun Baru Pajak Baru

31

Sejak tahun baru kemarin, para peminum kopi selalu rasan-rasan tentang beberapa topik, eh isu. Selain korupsi 300 triliun yang pelakunya hanya dihukum 6 tahun dan misteriusnya dana desa, mereka juga khawatir dengan kado tahun baru kenaikan PPN 12 persen.

Oleh Abdur Rozaq, S.Pd.I

Salah satu tolok ukur stabilitas nasional, adalah warung Cak Sueb. Jika aktivitas utang kopi dan ngampung rokok sekaligus rasan-rasan di warung ini aman, insya Allah negara aman. Namun jika warung bergejolak, negara tidak sedang baik-baik saja. Sayangnya, warung Cak Sueb lebih sering bergejolak sejak dulu hingga kini.

Sejak tahun baru kemarin, para peminum kopi selalu rasan-rasan tentang beberapa topik, eh isu. Selain korupsi 300 triliun yang pelakunya hanya dihukum 6 tahun dan misteriusnya dana desa, mereka juga khawatir dengan kado tahun baru kenaikan PPN 12 persen. Meski para pejabat negara telah mengumumkan hanya barang-barang tertentu yang pajaknya dinaikkan, para peminum kopi itu membangun analisis, eh ramalannya sendiri. Menurut Wak Takrip, banyak orang yang memanfaatkan momentum naiknya pajak. Misalnya, jika harga bensin naik, pedagang beras yang sudah menimbun berasnya sejak beberapa bulan lalu, ikut-ikutan menaikkan harga berasnya seakan baru kulakan setelah harga bensin naik. Dengan demikian, berlipatlah keuntungan mereka. Apalagi, konon pajak perberasan ikut dinaikkan. Jika itu benar, maka kaum lemah ekonomi seperti Mahmud Wicaksono, akan terimbas meski ia tidak punya barang mewah.

“Jangankan pajak beras dinaikkan, pajak garam dinaikkan saja, semua harga latah ikut dinaikkan,” keluh Mahmud Wicaksono.

Warung kemudian saur manuk menjelek-jelekkan pemerintah. Dan memang itulah keahlian rakyat di kampung Cak Manap.

“Harusnya, pemerintah menunda dulu kenaikan pajak. Iya kalau pajak tidak dientit, diakui sebagai penghasilan pribadi. Rakyat tercekik oleh lesunya ekonomi, malah pajak dinaikkan,” paiduh Cak Dullah.

“Di media sosial, orang juga membullly keputusan pemerintah yang menaikkan PPN menjadi 12 persen. Kolom komentar diramaikan dengan hujatan, bahkan seruan untuk kudeta,” lanjut Mahmud Wicaksono.

“PHK meraja lela, pertumbuhan ekonomi melemah, rupiah melemah, malah pajak dinaikkan. Negara banyak hutang kok malah rakyat yang disuruh urunan,” lanjut Mahmud Wicaksono yang sejak pagi lapak cukur rambutnya belum didatangi pelanggan.

“Kapan ya seperti negara-negara maju? Apa-apa disubsidi, pendidikan gratis total, tidak ditarik iuran lagi meski sudah ada dana BOS? Kapan ya negara kita ini sejahtera dan amanah, fasilitas kesehatan yang menggunakan biaya subsidi dilayani setara seperti pasien yang membayar, tidak dipleroki atau dilayani dengan setengah hati?”

Karena suara rakyat semakin tak terkendali, sementara opini mereka sudah terkontaminasi penggirigan isu, terpaksa Gus Karimun buka suara.

“Sik talah, sampeyan semua ini sudah membaca berita kenaikan PPN 12 persen semua ta?” Tanya Gus Karimun.

“Di media sosial kan sudah ramai, gus?” jawab Mahmud Wicaksono, yang selama ini terkenal aktif bermain media sosial.

“Apa saja yang PPN nya dinaikkan?” Kejar Gus Karimun.

“Ya semuanya, gus…”

“Lha yo a, salah paham wes a..”

“Ayo kita sinau bareng-bareng. Buka berita di HP masing-masing.” Ajak Gus Karimun seraya menghidupkan hotspot internet di HP nya. Mahmud Wicaksono malah membuka platform video, maka muncullah beberapa channel platform video dengan judul-judul bombastis.

“Jangan buka di situ, Mas. Setiap konten kreator ingin videonya ramai, makanya bikin judul dan narasi-narasi yang mandek-mandekno. Buka situs berita yang agak terpercaya.”

Gus Karimun kemudian membuka situs berita yang agak terpercaya, lalu membacakan beritanya dengan suara agak lantang semi deklamasi.

“Kenaikan PPN 12 persen, sebenarnya hanya naik 1 persen dari PPN semula yang besarnya 11 persen. Kenaikan itupun, sudah diatur undang-undang. Adapun PPN yang dinaikkan, hanya meliputi barang dan jasa mewah. Sedangkan barang yang dibutuhkan oleh orang banyak seperti beras dan kebutuhan pokok lain, PPN nya tetap 11 persen seperti semula,” beberapa orang yang kurang yakin, ikut-ikutan membaca teks berita yang diunggah situs berita agak terpercaya itu. Beberapa orang kemudian manggut-manggut memaklumi.

“Ini lho bahayanya moh klarifikasi dan bermodal jarene. Apalagi membaca berita di media sosial yang naudzu billah min dzalik tak bertanggung jawab, ya kita kena bujuki.”

“Pemerintah kita itu orang-orang baik, kalau bukan orang baik takkan terpilih. Dan kalau pun orang kurang baik terlanjur terpilih berarti teguran bagi kita. Bukankah Gusti Allah akan memberikan pemimpin tidak baik kepada umat yang tidak bertakwa?”

“Sudahlah, ayo kita bayar pajak, dan husnudhan pajak itu dipergunakan untuk kemaslahatan kita bersama. Andai ada yang menyelewengkan, toh takkan berkah. Anggap saja taat pajak dan nerimo dengan kenaikan pajak itu sebagai sedekah demi kemajuan negara,” ujar Gus Karimun.

“Kalau begitu sih iya, gus. Tapi mbok yo, orang korupsi triliunan hukumannya yang setimpal lah, biar rakyat seperti kami tidak merasa tersakiti,” ujar Cak Manap menggugat entah siapa.

“Selamat tahun baru, eh pajak baru,” sindir Cak Sueb menertawakan mereka sendiri.

*Hanya fiksi semata, jika ada kesamaan nama tempat dan peristiwa hanya kebetulan.

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.