Mereka juga bisa mengkredit HP, agar para balita tak meminjam HP ibunya dan bebas bermain game online. Kan sayang jika wifi gratisan yang disediakan pemerintah dibiarkan percuma? Mereka tidak tega jika para balita itu bermain bola, petak umpet atau memancing ke sungai. Agar setara dengan anak-anak tetangga, dikreditkanlah HP buat si balita agar tak meminjam milik temannya saat bermain game atau menonton Tiktok.
Oleh: Abdur Rozaq
Balai desa gaduh. Bukan karena ada pembagian BLT atau demo kekurang jelasan alokasi dana desa. Bukan juga karena Wak Carik tertangkap setengah basah sedang indehoi dengan kader posyandu seperti dalam berita-berita. Usut punya usut, Yu Markonah istri Cak Sueb, mengadu kepada Pak Kades kalau ia kena tipu. Balai desa semakin gaduh, karena belasan ras terkuat alias emak-emak lainnya berbondong ke balai desa untuk melapor juga.
Alkisah, beberapa waktu lalu Yu Markonah kenal dengan emak-emak bohai entah dari mana. Karena omongan emak-emak bohai semlohai itu menjanjikan seperti caleg menjelang pemilu, rayuanya juga maut seperti Agus disabilitas, percayalah Yu Markonah dengan apa yang ditawarkan si emak-emak bohai. Apalagi, bak malaikat penolong, si emak bohai menawarkan kredit barang-barang super murah yang bisa menunjang koleksi dunyo brono ratusan emak-emak di desa Cak Manap. Mereka bisa mengkredit laptop, agar anak mereka lebih leluasa membuka situs-situs panas, eh situs pembelajaran. Mereka juga bisa mengkredit HP, agar para balita tak meminjam HP ibunya dan bebas bermain game online. Kan sayang jika wifi gratisan yang disediakan pemerintah dibiarkan percuma? Mereka tidak tega jika para balita itu bermain bola, petak umpet atau memancing ke sungai. Agar setara dengan anak-anak tetangga, dikreditkanlah HP buat si balita agar tak meminjam milik temannya saat bermain game atau menonton Tiktok. Bukan hanya HP dan laptop, emak-emak di desa Cak Manap yang mayoritas menginstal aplikasi belanja online itu, ingin juga kedatangan kurir paket seperti para tetangga. Maka disambutlah program utangan online murah meriah itu.
Jauh hari, Cak Sueb sudah mengingatkan Yu Markonah. Menurut para peminum kopi di warung, belanja online, apalagi melalui utangan online, apalagi harganya sangat miring seperti operasi pasar menjelang pemilu, patut dicurigai. Zaman sekarang, mana ada orang baik tanpa embel-embel. Orang donasi saja demi menaikkan follower atau subcriber, kok. Tapi seperti pada umumnya, Cak Sueb tak berdaya di hadapan istrinya. Lelaki kan begitu, di tongkrongannya boleh preman, tapi di depan istri, sering mirip pegawai kontrak di hadapan HRD. Akhirnya, didaulatlah Yu Markonah sebagai combe alias perantara program utangisasi mbak bohai dari antah berantah ini.
Beberapa orang kemudian mengajukan utangan alias kredit barang-barang elektronik, menggunakan aplikasi utangan online. Dengan meyakinkan, si mbak bohai kemudian mengajukan pinjaman kredit dengan menggunakan data pribadi emak-emak di desa Cak Manap. Si mbak bohai meminjam HP warga, menginstal aplikasi utangan online, mengaktifkan, lalu meminta para emak-emak mengirimkan kode OTP alias password sekali pakai. Nah, dari sinilah balada utangan online itu mulai memakan korbannya.
Beberapa warga memang akhirnya menerima barang yang mereka pesan, namun harga dan cicilannya mencekik. Ada yang pesan sebuah HP, tapi harus mengangsur dua buah HP sekaligus. Ada yang memesan HP seharga satu jutaan, tapi entah bagaimana harus membayar empat kali lipat dari harga umumnya. Yang lucu, eh menyakitkan, ada juga warga yang menerima paket kosong dari aplikasi utangan online tersebut.
Harga barang yang dipesan warga, sama sekali berbeda dengan harga yang disepakati di awal. Ada yang sampai rugi sepuluh juta, ada yang ditipu hingga 70 juta, ada yang saldo aplikasi dompet digitalnya dikuras hingga 12 juta dan seterusnya. Warga yang gregeten, akhirnya sepakat untuk mbulet alias tidak membayar cicilan naudzu billah itu. Tapi ternyata, para debt collecetor akhirnya kulo nuwun pagi siang malam seperti tim sukses menjelang pemilu. Orang-orang ndableg seperti Mbak Iis Rambut Pirang, mencoba main petak umpet dan menggunakan ajian welut putih saat didatangi debt collector. Namun di luar prediksi, ternyata semua nomor 3 di HP, akun media sosial bahkan aplikasi bank online-nya telah disadap. Admin utangan online itu mengirim pesan ngisin-ngisini kepada setiap nomor kontak, membuat pengumuman jika Mbak Iis Rambut Pirang punya utang.
Pak Mudin, sampai geleng-geleng kepala mendengar pengaduan para emak-emak di balai desa itu. Selain saur manuk, Pak Kades yang tak tahu apa-apa malah ketiban awu anget. Harus mendapat tambahan tugas untuk mengawal huru-hara yang ditimbulkan oleh mbak gemoy asal kota pisang ini.
Orang yang paling selamat, adalah istri Mahmud Wicaksono. Perempuan langsing karena kurang nutrisi akibat suaminya pengangguran terselubung itu, memang pernah di-ece-ece karena tak ikut ngutang, tapi kini, ia malah mlerok ngece-ngece karena hanya rumahnya yang tidak di assalamu alaikumi debt collector.
Artikel hanya fiksi semata. Jika ada kemiripan peristiwa, mungkin hanya kebetulan semata