Banjir Sambatan Langganan

79

Warung Cak Sueb tutup karena terendam air berlumpur. Wak Takrip kesulitan mencari pakan kambingnya. Tak mungkin ngarit karena semua sawah terendam banjir. Kaji Firman Murtado dagang gabah, rugi bandar. Konon, tambak Cak Tarji juga ambrol karena banjir datang bertepatan dengan air pasang.

Oleh: Abdur Rozaq

Yang namanya bencana, dari zaman manusia purba ya memang sudah ada. Tapi yang menjadi perbedaan antara bangsa Cak Manap dengan bangsa lain, adalah cara mengantisipasi dan menanganinya. Setelah rahmat Gusti Allah bernama hujan membasuh kota Cak Manap, beberapa orang bersyukur karena bumi lebih teduh. Namun hanya beberapa kali hujan, bencana langganan kembali datang. Banjir bandang begitu agresif turun dari gunung seperti Cak Paijo LSM saat mendapat panggilan telepon dari janda bohai warung kopi kampung sebelah. Assalamu alaikum, kata air bah dari pegunungan. Wa alaikum salam kata air laut. Akhirnya, desa Cak Manap terendam, dan warung Cak Sueb bak bahtera Nabi Nuh. Di sanalah umat menyelamatkan diri sambil minum kopi dan rasan-rasan. Ada juga yang sampai misuh-misuh.

Mungkin karena hutan sudah tak rimbun lagi, ular piton juga ikut-ikutan turun gunung saat banjir. Bersilatuttahmi ke pemukiman manusia di dataran rendah. Cak Paino pawang ular, berkali-kali mendapat panggilan warga untuk mengevakuasi ular-ular cukup besar dengan imbalan satu- dua pak rokok. Anehnya warga, kok ya lebih memilih menelepon Cak Paino daripada menelepon instansi terkait saat mengamankan ular-ular itu. Ada yang bilang costumer service mereka selalu sibuk. Ada yang bilang diangkat saat menelepon, namun baru datang seminggu kemudian. Tak jarang, sama sekali tidak datang. Padahal, bagi masyarakat awam, melihat ular piton liar sepanjang tiga meter, ya bikin pipis di celana. Akhirnya Cak Paino yang kepotokan. Selain resiko tergigit atau terlilit, nanti di penangkaran harus dia yang menafkahi ular-ular hasil rescue itu. Tak banyak yang tahu, penangkaran Cak Paino menjadi dinas sosial bagi ular piton tunawisma yang habitatnya digusur para bos tambang atau perambah hutan.

Banjir, juga membuat goyah perekonomian warga. Lapak cukur Mahmud Wicaksono hampir roboh tergerus arus, warung Cak Sueb tutup karena terendam air berlumpur. Wak Takrip kesulitan mencari pakan kambingnya. Tak mungkin ngarit karena semua sawah terendam banjir. Kaji Firman Murtado dagang gabah, rugi bandar. Konon, tambak Cak Tarji juga ambrol karena banjir datang bertepatan dengan air pasang. Bandeng dan udang yang sejak puluhan tahun banyak yang almarhum oleh limbah pabrik yang dibuang ke sungai, raib entah kemana. Hanya Mas Bambang yang ekonominya stabil karena dia pegawai kantor pemerintah. Jangankan banjir, perang nuklir pun ekonomi lelaki yang suka ngopi saat jam kerja itu aman.

“Dulu sebelum ada jalan tol, banjir cepat surut. Sejak infrastruktur yang hanya dinikmati oleh orang yang punya mobil itu membela desa kita, air menggenang sampai berhari-hari. Kadang belum surut, sudah datang banjir lagi dari atas,” racau Mahmud Wicaksono. Ia kesal karena lapak cukur rambutnya tersapu air, terpaksa harus cari utangan buat membeli kayu dan triplek untuk menambal lapak cukur rambutnya yang hampir roboh itu. Sebenarnya, tanpa tersapu banjir pun, lapak itu memang sudah hendak roboh.

“Komplit wes, di pegunungan hutan ditebang dan tebing dikeruk, di utara desa air banjir dibendung jalan tol. Sementara dana desa, digunakan untuk program pavingisasi. Akhirnya, jangankan manusia, kucing pun ikut terimbas karena susah mencari tempat saat berak. Tak ada lagi tanah gembur yang bisa dikeruk buat menyembunyikan kotorannya.” Mahmud Wicaksono menumpahkan segenap kekesalannya, karena baru saja diperintah istrinya mencari utangan.

“Makanya, kalau pemilu itu pilih yang serius. Gara-gara serangan fajar tak seberapa, rakyat rugi seumur-umur. Pilih kepala desa yang inovatif, bukan pasang paving melulu programnya. Mosok kuburan, jalan jin sampai gang buntu dipaving demi proyek. Pilih bupati atau gubernur juga gitu, jangan asal terima serangan fajar langsung coblos. Teliti dulu profil dan misinya. Memperhatikan keseimbangan lingkungan apa tidak?” Dari omelannya, jelas Mahmud Wicaksono baru saja diintimidasi oleh istrinya.

“Yang namanya bencana, ya harus kita hadapi dengan sabar, Mas Mahmud. Wong tidak sepanjang tahun. Itupun hanya selutut,” ujar Gus Karimun melerai.

“Ya memang alhamdulillah tak sampai ada korban jiwa, gus. Tapi mati perlahan akibat kegiatan ekonomi mandeg, kan lebih mengerikan?” Sergah Mahmud Wicaksono.

“Ah, tidak seburuk itu kok. Beras masih tersedia di toko-toko. Andai darurat pun, Mbak Tutik tak pernah rewel memberi utangan. Soal rokok dan kopi, aman asal sampeyan nimbrung di warung. Tidak seburuk di Palestina, kok,” kata Gus Karimun mencoba membesarkan hati Mahmud Wicaksono.

“Seharusnya itu tugas pemerintah, gus. Bukan tugas masyarakat seperti kita. Kemarin saja, sampai kita kaliren karena tak bisa memasak, bantuan pangan hanya datang dari swadaya masyarakat atau ormas. Pihak terkait baru datang beberapa hari kemudian, itupun hanya memberi mie instan. Mie instan yang berikan pun, tak lebih banyak daripada jeprat-jepret foto sebagai laporan.”

“Yang saya khawatirkan, bukan banjir itu semata. Tapi malah cara kita menanganinya,” celetuk Cak Paijo LSM. “Saya tak bisa membayangkan bagaimana kalau ada perang atau mega tsunami. Jangan-jangan korban lebih banyak akibat tidak profesionalnya mitigasi dan evakuasi,” ujar pemimpin LSM itu meteges.

“Ya semoga saja rasan-rasan kita ini didengar oleh para pemangku kebijakan. Barangkali ada yang terketuk hatinya, lalu mengambil tindakan. Misalnya menghapus dana desa, eh, mengevaluasi penggunaan dana desa, menertibkan pembalak hutan dan penambang. Kalau bisa ya menindak yang kurang patuh SOP. Kita sendiri, jangan buang sampah ke sungai agar tidak mampet. Yang terpenting, ke depan jangan asal pilih pemimpin saat coblosan.”

“Makanya, sampeyan jangan jadi pengepul suara saat coblosan. Gara-gara serangan fajar sampeyan itu, rakyat salah pilih terus,” sindir Mahmud Wicaksono.

“Lha masyarakat mau. Malah banyak yang minta, kok.”

Artikel ini Hanya fiksi semata, kesamaan peristiwa dan tempat hanya kebetulan semata

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.