Tak perlu ikut menghayalkan darimana dana fantastis itu berasal. Yang jelas pasti halal, karena tak mungkin berasal dari pesugihan atau meminjam dari bank ghaib.
Oleh : Abdur Rozaq
Setelah kampanye, saling sindir di media sosial, saling membuka aib antar pasangan calon dan puncaknya kampanye horeg yang kata netizen ala prindavan, Daerah Wak Takrip kembali tenang.
Kedewasaan berpolitik kembali ke setelan pabrik. Segala upaya paling maksimal telah diupayakan. Soal siapa yang terpilih dalam pemilu ini, biarlah Gusti Allah yang menentukan. Para tim pemenangan telah mengerahkan ide paling cerdas untuk memenangkan pasangan yang mereka dukung.
Pendataan calon pemilih sudah, pengerahan cantrik dan kamituwo sudah, sayembara menyembelih ayam bagi desa yang menang 50 persen sudah, janji memberikan beasiswa sudah, saatnya tawakkal seraya menikmati masa tenang.
Semoga para donatur yang tiba-tiba begitu dermawan menyumbang berbagai ormas, dluafa’, lembaga sosial atau sekedar bingkisan sembako, dibalas yang lebih berlipat oleh Gusti Allah. Andai para pejabat, para big bos dan wong gede perhatian seperti itu kepada rakyat, andai para abdi rakyat ada waktu turun ke pasar, panti asuhan, padepokan dan sentra UKM tidak hanya menjelang pemilu, pasti kabupaten Cak Sueb akan menjadi daerah thayyibatun wa Rabbun ghafur. Kadipaten yang gemah ripah loh jinawi.
Semoga para donatur yang tiba-tiba begitu dermawan menyumbang berbagai ormas, dluafa’, lembaga sosial atau sekedar bingkisan sembako, dibalas yang lebih berlipat oleh Gusti Allah. Andai para pejabat, para big bos dan wong gede perhatian seperti itu kepada rakyat, andai para abdi rakyat ada waktu turun ke pasar, panti asuhan, padepokan dan sentra UKM tidak hanya menjelang pemilu, pasti kabupaten Cak Sueb akan menjadi daerah thayyibatun wa Rabbun ghafur. Kadipaten yang gemah ripah loh jinawi.
Kini, saatnya rekonsiliasi. Marilah saling ngampung rokok dan ngampung kopi antar pendukung calon. Toh, yang mencalonkan diri sama-sama pribadi unggul dan anak bangsa terbaik. Paling tidak, mereka sama-sama memiliki niat baik untuk memajukan kadipaten.
Soal berapa besar dana kampanye dan seberapa besar kaliber amunisi serangan fajar esok hari, orang kecil seperti Mahmud Wicaksono tak perlu ikut menghayalkan darimana dana fantastis itu berasal. Yang jelas pasti halal, karena tak mungkin berasal dari pesugihan atau meminjam dari bank ghaib.
Namun yang namanya manusia, meski masa tenang sudah menyatukan seduluran sesama anak bangsa, ada saja yang bikin perkara. Salah satu yang konsisten menjadi pemantik debat kusir, adalah Cak Paijo LSM dan rivalnya, Mahmud Wicaksono. Cak Paijo LSM, tiba-tiba menyoal bagaimana hukumnya menerima amunisi serangan fajar.
Menurut agama, haram, halal atau syubhat? Sedangkan menurut hukum negara, apakah boleh jika serangan fajar itu disebut uang bensin untuk pergi ke TPS? Mahmud Wicaksono langsung bereaksi meski ia bukan ahli hukum.
“Menurut saya ya haram. Menurut hukum negara, ya termasuk money politic,” ujar Mahmud Wicaksono.
“Wah, jangan terlalu lincip, cak. Wong yang memberi bilang sedekah. Masa sedekah dibilang haram dan melanggar hukum?” Sergah Cak Paijo LSM.
“Sedekahnya ada maunya, cak. Kalau tidak pemilu adipati kan tidak pernah. Jangankan sedekah, APBD alias anggaran pendapatan dan belanja daerah saja sering tidak transparan. Alokasi dana hanya ke padepokan tertentu. Di lain sisi, amunisi serangan fajar itu jangan-jangan berasal dari urunan mafioso agar kartel mereka tetap lestari jika jagoannya terpilih.”
“Saya pernah dengar pengajian, kalau kita memang mau memilih calon A, katanya halal menerima serangan fajar dari calon A…..” kilah Cak Paijo LSM.
“Lha sekarang kan musimnya kanan-kiri oke? Amunisi dari calon mana saja diterima, pas nyoblos malah merusak surat suara. Itu niatnya mengerjai timses para calon, tapi malah merusak nasibnya sendiri. Sebab bagaimana pun, bandar pasti menang.
Taruhlah kita menerima serangan fajar yang tak seberapa itu, toh adipati terpilih dan para pendananya bisa main anggaran setelah dinobatkan kelak. Jadi bagaimana pun, menurut saya yang tak pernah ngaji ini, ya tetap haram,” ujar Mahmud Wicaksono.
“Sik talah…” ujar Gus Karimun tiba-tiba nyeletuk. “Jangan terlalu berat memilih hukum fikih,” sambungnya.
“Kalau yang memberi ikhlas, apalagi tidak ada pernyataan secara jelas sebagai transaksi jual beli suara, ya bisa halal…….” belum selesai Gus Karimun berkata, Mahmud Wicaksono sudah memotong.
“Tapi kan praktek politik uang ini yang bikin kita selalu terbeli, gus? Kalau kita menjual suara, lima tahun ke depan tidak usah protes kalau sinuhun adipati kurang gati terhadap rakyat. Kita kan sudah dibeli? Kita kan sudah menyewakan daerah ini, jadi mau dikelola bagaimana pun oleh si penyewa, kita tidak bisa apa-apa.” Kata Mahmud Wicaksono.
“Cak Mahmud, pola pikirnya jangan radikal begitu lah, cak. Para sinuhun itu orang-orang pilihan lho, cak. Tidak mungkin para sinuhun punya niat kurang baik terhadap wilayah kita ini. Tidak mungkin pula para mafioso pendana akan ugal-ugalan karena ada malaikat pencatat amal yang selalu stand by. Jangan terlalu paranoid lah. Para sinuhun itu para pengemban wahyu keprabon, para calon penerima pulung dan khalifatullah fil ardi. Jadi, salah urat tradisi serangan fajar ini ya karena kesalahan kita juga. Kenapa pakai prinsip lek ganok duwite gak nyoblos? Ajaran siapa itu?”
Meski hanya seorang tukang cukur, Mahmud Wicaksono memang cukup ksatria untuk menerima kebenaran. Jadi, seperti kata Gus Karimun, salah urat budaya mada-mada serangan fajar itu memang ketidak bijakan kolektif.
Dengan bijak, Mahmud Wicaksono akhirnya mengakhiri debat kusir dan menjunjung tinggi anjuran untuk bersikap tenang di hari tenang menjelang pemilihan. Masa kampanye sudah usai, hati nurani harus dipertajam untuk menerima wangsit mau memilih calon yang mana.
Tak usah terlalu menghiraukan mobilisasi dari resi, kamituwo apalagi para tim pemenangan. Sebab para resi dan kamituwo sudah ada deal-deal-an masing-masing. Yang terpenting, setiap orang harus melakukan istikarah melalui petuah sinuhun Mbah Google, siapakah calon yang pantas dipilih. Sebab dengan petuah sinuhun Mbah Google yang valid, bukan hoax dan ujaran kebencian, arah pilihan insya Allah akan mendekati akurat ketepatannya.
Jejak digital para calon adipati harus diteliti dan dicerna secara jernih. Harus diteliti pula, konten-konten di media sosial itu murni atau penuh tendensi? Siapa konten kreator dan terjaminkah ketidak berpihakannya? Jika sudah mantap, baru bismillah dipilih.
Soal serangan fajar, terserah mau ikut madzhab Gus Karimun atau madzhab al mukarrom Mahmud Wicaksono. Sebab konon, Mahmud Wicaksono sendiri termasuk sniper serangan fajar.
*Hanya fiksi semata, jika ada nama dan peristiwa yang mirip, hanya kebetulan.