Probolinggo (WartaBromo.com) – Zulmi Noor Hasani, meragukan data Badan Pusat Statistik (BPS) terkait Angka kemiskinan di Kabupaten Probolinggo. Lantas bagaimana tanggapan dari BPS Kabupaten Probolinggo?.
Dalam debat publik Calon Bupati dan Wakil Bupati Probolinggo, Zulmi menyebut ada kesalahan data terkait angka kemiskinan yang menempatkan Kabupaten Probolinggo di urutan keempat tertinggi di Jawa Timur.
Ia juga menyoroti banyaknya bantuan sosial yang dinilai salah sasaran. “Saya yakin sebenar-benarnya Kabupaten Probolinggo bukan termiskin keempat, cuma salah data,” ujar Zulmi saat debat publik yang diselenggarakan oleh KPU Kabupaten Probolinggo pada Minggu (17/11/2024).
Namun, pernyataan ini mendapat tanggapan tegas dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Probolinggo. Rahmadanie Sapta Irevanie, Statistisi Ahli Muda BPS, menjelaskan bahwa data kemiskinan yang dirilis lembaganya dihitung berdasarkan metodologi yang sesuai dengan standar nasional dan tidak dibuat sembarangan.
“Penghitungan data kemiskinan dilakukan secara independen dan melibatkan banyak indikator, seperti pengeluaran per kapita, kondisi rumah, hingga akses terhadap kebutuhan dasar. Data ini tidak asal-asalan,” tegas Rahmadanie, Senin (18/11/2024).
Rahmadanie menjelaskan bahwa data kemiskinan dikumpulkan melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan dua kali setahun, pada bulan Maret dan September. Survei ini melibatkan 910 rumah tangga sebagai sampel yang mewakili seluruh 24 kecamatan di Kabupaten Probolinggo.
“Pemilihan sampel dilakukan secara acak dan metodologi sudah terstandarisasi. Kami menemui langsung responden untuk memotret kondisi riil masyarakat,” jelasnya.
Berdasarkan data BPS, persentase penduduk miskin di Kabupaten Probolinggo pada Maret 2024 mencapai 16,45 persen, menurun dari 17,19 persen pada 2023. Meskipun ada penurunan, angka tersebut masih menempatkan Probolinggo di peringkat keempat tertinggi di Jawa Timur.
Rahmadanie juga menekankan bahwa bantuan sosial hanyalah salah satu upaya pemerintah untuk meringankan beban masyarakat. Namun tidak menjadi faktor utama dalam penghitungan angka kemiskinan.
“Indikator utama tetap pada pengeluaran per kapita dan pemenuhan kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, dan papan,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa bantuan sosial bertujuan untuk menstabilkan pengeluaran warga, bukan sebagai pengukur langsung tingkat kemiskinan.
BPS mencatat adanya tren penurunan kemiskinan di Kabupaten Probolinggo dalam beberapa tahun terakhir. Namun, Rahmadanie mengakui bahwa upaya lebih besar masih diperlukan untuk mencapai target pengurangan kemiskinan yang signifikan.
“Data yang kami hasilkan adalah cerminan kinerja pemerintah dan realitas di lapangan. Sebagai lembaga independen, tugas kami adalah memastikan data yang disajikan benar-benar menggambarkan situasi sebenarnya,” pungkasnya.
Kontroversi ini memicu perhatian publik terhadap pentingnya transparansi data dan kebijakan yang berbasis fakta untuk mengatasi kemiskinan di Kabupaten Probolinggo. (aly/saw)