The Shadow Strays (2024): Baku Hantam Tanpa Ampun

106

Oleh: Amal Taufik

Setelah bersenang-senang di The Big 4 (2022), Timo Tjahjanto kembali dengan suguhan aksi baku hantam penuh darah tanpa bumbu komedi jenis apapun yang bernama The Shadow Strays (2024).

The Shadow Strays bercerita tentang perjalanan gadis remaja bernama 13 (Aurora Ribero) sebagai salah satu agen organisasi pembunuh bayaran mematikan. Nama organisasi mereka: “The Shadow”.

Cerita bermula ketika 13 dianggap gagal menjalankan misi menghabisi geng Yakuza di Jepang. Mengapa gagal? Karena 13 kedapatan menunjukkan belas kasihnya kepada korban yang tak bersalah.

Oleh mentornya, Umbra (Hana Malasan), 13 dinonaktifkan sampai ada perintah berikutnya. Di sinilah kisah dimulai. 13 bertemu bocah laki-laki bernama Monji (Ali Fikry) lalu suatu hari ia mendapati ibu Monji dibunuh, sementara Monji diculik.

Sepanjang 144 menit durasi film, adegan laga mendominasi, dan seperti pada karya Timo lainnya, The Night Comes For Us (2018), kebrutalan laga selalu menjadi ciri khas Timo Tjahjanto.

Darah, daging dan cara-cara mati di luar nalar ditampilkan. Namun menurut saya, jika boleh membandingkan, kebrutalan yang terjadi The Shadow Strays tidak se-kacau di The Night Comes For Us.

Meski begitu, seluruh adegan aksi di film ini sangat memuaskan. Hal ini tentu berkat sinematografi yang tepat guna. Berbagai gambar tusukan, tebasan, kepala yang dipenggal atau ditembak, darah yang muncrat diambil secara close up.

Ada juga adegan tembak-tembakan yang pada satu momen diambil secara slow motion. Ini saya rasa mampu membuat adrenalin penonton terpacu serta, kadang-kadang, ngilu. Apalagi dipadukan dengan pencahayaan film yang terkesan kelam, suasana pinggiran, kumuh. Lengkap sudah menggambarkan dunia yang keras.

Ciri khas lain Timo Tjahjanto ialah memunculkan penjahat-penjahat psikopat. Di sini, ada tiga orang. Mereka adalah Ariel (Andri Mashadi), pria sinting urakan anak calon gubernur sekaligus bandar narkoba.

Kedua, Prasetyo (Adipati Dolken), polisi kalem tapi korup. Ketiga, Haga (Agra Piliang) penjahat sadis dan maniak seks. Mereka bertiga bersahabat dan saling bekerja sama mengoperasikan kejahatan.

Di film ini, salah satu yang–juga paling utama–sangat perlu mendapat apresiasi tertinggi adalah si tokoh sentral: Aurora Ribero. Penampilannya sebagai pembunuh elit sangat memukau.

Tiap adegan aksi yang berlangsung lebih dari lima menit, Aurora menjelma pembunuh keji, tanpa rasa takut, meledak-ledak, dan tanpa ampun menyobek-nyobek tubuh lawannya.

Namun di sisi lain, ketika mode assassin-nya sedang off, Aurora menjelma remaja perempuan penuh belas kasih. Ia berhasil memerankan dua pribadi: remaja perempuan seperti pada umumnya, dan ketika mode assassin-nya dinyalakan, ia berubah menjadi buas tanpa ampun.

Dari segi penceritaan, saya rasa tak banyak dialog menarik di film ini. Beberapa scene menampilkan obrolan antara mentor dan anak didiknya, obrolan kekeluargaan, tapi sepertinya tak berperan besar dalam berjalannya alur.

Tokoh-tokoh dalam film lebih banyak berbicara lewat senjata dan pertempuran. Gaya bertempur, serta senjata yang dipilih masing-masing tokoh seolah merepresentasikan karakter si tokoh.

The Shadow Strays saya rasa sangat memuaskan bagi para pecinta film laga, lebih-lebih film laga yang berformat one man/woman show macam John Wick, Jason Bourne, Kill Bill. Ia akan memberikan Anda adegan baku hantam tanpa henti, berbagai kekejian, banjir darah, yang bakal terus diingat setelah film berakhir.

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.