Jarang tersorot dalam proses dinamika Pilkada Kabupaten Pasuruan, munculnya nama Wardah Nafisah cukup mengejutkan. Lalu, siapa sebenarnya perempuan yang akrab disapa Ning Wardah ini? Dan sejauh mana pengalaman kepemimpinannya?
Oleh: Amal Taufik
SEJAK ditetapkan sebagai Calon Wakil Bupati Pasuruan pada September lalu, Wardah Nafisah tampil sebagai sosok yang lincah dan enerjik berkeliling menyapa warga akar rumput di berbagai wilayah Kabupaten Pasuruan.
Pendekatan yang dia pakai hingga caranya berkomunikasi dengan publik, meski umurnya terbilang masih muda–juga perempuan–menunjukkan bahwa dirinya bukan politisi “pupuk bawang”.
Dalam berbagai kesempatan, Wardah Nafisah terlihat cukup piawai beretorika, mampu menguasai forum, juga tegas saat menyampaikan pandangan-pandangannya. Kecakapan itu membuatnya diperhitungkan di Pilkada Kabupaten Pasuruan.
Wardah Nafisah merupakan anak dari KH. Idris Hamid dan Hj. Kuni Zakiyah. Ia cucu dari KH. Abdul Hamid. Lahir dan besar dengan kultur pesantren tak membuat Ning Wardah–sapaan akrabnya–terkungkung melulu di dunia pesantren.
Ketika memasuki masa sekolah menengah atas, Ning Wardah memilih bersekolah di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Malang dan setelah lulus dari MAN, dirinya diterima di jurusan keperawatan Universitas Indonesia.
“Waktu saya menempuh S1, banyak yang nyinyir ke bapak dan ibu. ‘Bagaimana sih kiai kok anak perempuannya kuliah jauh-jauh, ngapain sekolah tinggi-tinggi?’, ‘bagaimana sih orang pesantren kok dilepas ke Jakarta’,” kenang Ning Wardah saat wawancara bersama WartaBromo.
Padahal pada waktu itu, sebagai remaja sekolah aliyah, bisa diterima Universitas Indonesia adalah pencapaian luar biasa. Apalagi pencapaian itu diraih dengan proses yang tidak gampang.
“Rasanya seperti mendapat medali emas di olimpiade. Kerja keras, belajar sampai tak tidur, semua terbayarkan. Tapi mendengar ada yang nyinyir, wah itu gimana ya. Untungnya abah dan ibu selalu memberi dukungan,” ujarnya.
Di Universitas Indonesia inilah Ning Wardah bertemu dengan lingkungan yang menempa dirinya. Dari yang lahir dan besar di kultur pesantren, ia kemudian menyelam ke dunia akademis. Ini menjadikan wawasan Ning Wardah makin luas.
Bahkan semasa menjadi mahasiswa kampus kuning, Ning Wardah berkesempatan untuk mengasah kemampuan kepemimpinannya di Rumah Kepemimpinan Universitas Indonesia.
Pendidikan Ning Wardah diketahui tak berhenti sampai di Universitas Indonesia saja. Lulus S1, Ning Wardah mengejar gelar masternya di Inggris, tepatnya di University of London. Ia lulus dengan gelar Master Business of Administration.
Pada tahun 2016, Ning Wardah menikah dengan Mufti Anam, politisi PDI Perjuangan yang kini duduk sebagai Anggota DPR RI dari Dapil Pasuruan-Probolinggo.
Sebagai anak, ibu, dan istri, Ning Wardah tak ingin melepas tanggung jawab domestiknya. Ia mengaku sangat menyayangi keluarganya.
Dukungan keluarga selalu menjadi semangat Ning Wardah dalam menentukan keputusan-keputusannya. Ia menyebut, meski abah dan ibunya merupakan kiai dan bu nyai, mereka berwawasan luas dan berpikiran maju.
“Abah dan ibu adalah orang terdepan yang mendukung semua kehidupan saya, sehingga saya bisa meraih pendidikan tinggi, bisa mengembangkan karir, bisa menjelajahi banyak hal dan banyak pengalaman baik,” kata Wardah.
Bisa dibilang, Wardah adalah sedikit dari kalangan pesantren yang mampu berpikir out of the box. Sebuah sikap yang bisa mewarnai khazanah pesantren, sekaligus cerminan ‘khairunnaas anfa’uhum lin naas‘. (*)