Singkong ini melambangkan pasukan Firaun yang ditenggelamkan Nabi Musa
Laporan: A Romadoni
Bulan Suro atau Muharram menjadi berkah tersendiri bagi Rofiah (59), seorang janda di Kota Pasuruan, Jawa Timur. Di bulan ini, usahanya memproduksi Jenang Suro kebanjiran pesanan. Tak heran, janda beranak tiga ini mendapatkan cuan yang berlimpah.
“Alhamdulillah di bulan Muharram banyak pesanan, hampir 100 porsi perhari,” ujar Rofiah dengan penuh syukur.
Sejak datangnya Tahun Baru Islam, Rofiah disibukkan dengan aktivitas membuat Jenang Suro untuk memenuhi pesanan pelanggan. Nenek yang dikaruniai 5 cucu ini rata-rata menerima pesanan 100 porsi setiap harinya.
Diketahui, Jenang Suro dipesan oleh pelanggan untuk selamatan di masjid dan dibagikan kepada sanak saudara serta tetangga dekat. Proses pembuatannya cukup rumit dan membutuhkan kesabaran.
“Membuat Jenang Suro ini butuh ketelatenan dan kesabaran,” kata Rofiah.
Namun, demi memenuhi kebutuhan hidup setelah ditinggal suaminya, Rofiah tetap menekuni usaha musiman ini, warisan orang tuanya, selama 34 tahun.
Proses pembuatan Jenang Suro pun juga dibilang unik, pertama, Rofiah mengaduk beras hingga menjadi bubur, itu membutuhkan waktu 3 jam lebih. Usai matang dan dingin, bubur ini dituangkan ke kotak plastik dan diberi isian lauk yang harus dipenuhi.
Selain itu, pembuatan perkedel kelapa, sambal goreng tempe dicampur ikan teri, tahu, kacang goreng, ayam suwir, dan telur dadar iris juga cukup menyita waktu.
“Kurang lebih pembuatan jenang Suro ini membutuhkan waktu setengah hari (6 jam),” jelasnya.
Selain itu, diberi kerupuk dan kuah kare ayam yang sudah dikemas plastik serta kerupuk. Tak ketinggalan, bubur diberi singkong dan siap diambil pelanggan di rumahnya yang berlokasi di samping Jalan Lingkar Selatan, Kelurahan Krampyangan, Kecamatan Bugul Kidul, Kota Pasuruan.
“Setiap lauk memiliki makna tersendiri dan disajikan setiap bulan Suro yang dianggap orang Jawa sebagai bulan suci,” terang Rofiah.
Bagi Rofiah, singkong yang ditaburkan di atas Jenang Suro merupakan warisan leluhur dahulu, yang dimaknai sebagai pasukan Firaun yang ditenggelamkan ke dalam laut oleh Nabi Musa saat perang.
“Singkong ini melambangkan pasukan Firaun yang ditenggelamkan Nabi Musa,” tutur Rofiah sambil tersenyum.
Bagi pembeli, Jenang Suro hasil masakan Rofiah berbeda dengan yang lain. Selain ada singkongnya, buburnya lemas, ikannya banyak, kuahnya gurih, dan rasanya nikmat, sehingga cocok untuk selamatan sebagai bentuk kepedulian dan kebersamaan antar umat.
“Sudah langganan, kelebihannya bubur nya lumer, ikannya banyak, kuahnya gurih, dan rasanya nikmat,” kata Nofrida Awaliya, salah satu pembeli.
Rofiah memproduksi Jenang Suro ini hanya saat bulan Suro saja. Diperkirakan tanggal 10 Asuro ini pesanan akan bertambah banyak. Untuk harga, Jenang Suro dijual Rp 10.000 per porsinya.
“Biasanya bisa sampe tanggal 30 suro, akhir bulan mas,” paparnya.
Usaha musiman seperti membuat Jenang Suro ini menjadi bukti bahwa rezeki bisa datang dari mana saja. Bagi Rofiah, bulan Suro menjadi berkah tersendiri karena bisa mendapatkan penghasilan yang lumayan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
“Bulan Suro ini menjadi berkah bagi saya dan keluarga. Bulan suro ini masyarakat juga bisa sering bersejarah agar segala urusan jadi barokah,” ucap Rofiah dengan penuh semangat.
Kisah Rofiah ini juga menjadi inspirasi bagi para pelaku UMKM untuk terus kreatif dan inovatif dalam mengembangkan usahanya. Dengan kegigihan dan keuletan, tak ada yang mustahil untuk mencapai kesuksesan.
“Semoga usaha saya terus berkembang dan bermanfaat bagi banyak orang,” harap Rofiah.