Surabaya (WartaBromo.com) – Mantan Bupati Probolinggo, Puput Tantriana Sari, dan suaminya, Hasan Aminuddin, yang juga mantan anggota DPR RI dari Fraksi Nasdem, menghadapi sidang perdana terkait kasus gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Surabaya pada Kamis (13/6/2024).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Arif Suhermanto, dalam pembacaan dakwaan sebanyak 121 lembar mengungkapkan bahwa terdakwa menerima gratifikasi senilai sekitar Rp150 miliar dan melakukan TPPU sebesar Rp106 miliar.
Menurut JPU, gratifikasi tersebut diterima dari berbagai pihak, termasuk kepala desa, camat, Organisasi Perangkat Daerah (OPD), dan pihak swasta.
Dana gratifikasi tersebut kemudian diinvestasikan dalam bentuk polis asuransi, emas, dan tanah atas nama yayasan, pondok pesantren, serta organisasi keagamaan di Probolinggo.
“Keduanya didakwa melanggar pasal 12 B tentang Gratifikasi serta pasal 3 dan pasal 4 UU TPPU,” jelas Arif Suhermanto.
Ia juga menambahkan bahwa gratifikasi tersebut diterima selama masa jabatan Puput Tantriana Sari sebagai Bupati Probolinggo periode 2013-2021.
Menanggapi dakwaan tersebut, penasihat hukum terdakwa, Diaz Wiriardi, menyatakan ketidaksetujuannya dan berencana untuk mengajukan nota keberatan atau eksepsi pada sidang lanjutan pekan depan. “Kami akan ajukan eksepsi,” tegas Diaz.
Ia berpendapat bahwa dakwaan KPK terkesan dipaksakan. Banyak poin yang seharusnya tidak dikategorikan sebagai gratifikasi.
“Seperti sumbangan untuk NU, pesantren, sapi kurban, dan buah-buahan yang dianggap sebagai gratifikasi. Jadi dakwaan jaksa menurut kami terlalu dipaksakan,” terang Diaz.
Setelah sidang, Hasan Aminuddin meminta keadilan atas perkaranya. Ia mengklaim bahwa 95 persen dakwaan yang dibacakan merupakan sumbangan untuk organisasi keagamaan dan pondok pesantren yang berbadan hukum.
“95 persen dakwaan yang dibacakan itu sumbangan kepada PCNU dan pondok pesantren, yayasan yang berbadan hukum. Saya ajukan eksepsi,” tegas Hasan.
Kasus ini merupakan yang kedua bagi pasangan ini. Dalam kasus sebelumnya, keduanya divonis 4 tahun penjara terkait suap dalam seleksi atau jual beli jabatan kepala desa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Probolinggo pada tahun 2021.
Mereka bersama Camat Krejengan Doddy Kurniawan dan Camat Paiton Muhamad Ridwan dinyatakan terbukti melanggar Pasal 12 huruf A atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001. (saw)